Kamis, 10 Oktober 2013

Jangan Terus-Menerus Menyendiri.



2. JANGAN TERUS-MENERUS MENYENDIRI

            Jangan suka terus-menerus menyendiri. Luangkanlah waktu minimal satu jam dalam sehari untuk bergaul dengan orang lain misalnya bekerja bersama, nonton televisi bersama, ngobrol bersama, olahraga bersama atau ikut persekutuan doa: Karismatik, Legio Maria, Karmelit awam, Lectio Divina atau lainnya.
            Berkumpul bersama orang lain itu penting karena kita adalah makhluk sosial yang saling memberi dan menerima dan saling melengkapi. Kita tidak mungkin memiliki kesehatan jiwa bila kita terus-menerus menyendiri tanpa kontak yang sehat dengan orang lain.
            Biasanya orang-orang yang menderita gangguan jiwa, sebelum sakit ciri khasnya adalah pendiam, suka menyendiri, jarang berkumpul dengan orang lain, cenderung mementingkan dirinya sendiri, sulit mengampuni dan punya musuh.
            Memang ada orang tertentu yang berkepribadian pendiam, pemalu dan suka menyendiri, tidak suka keramaian dan tidak suka bergaul dengan orang lain. Bagi orang seperti ini saya ingatkan akan sebuah kata mutiara yaitu ”Hidup bukan masalah enak atau tidak enak, senang atau tidak senang tetapi masalah benar atau salah dan baik atau buruk.”
            Gangguan jiwa memang tidak langsung mengena, tetapi perlahan-lahan melalui proses yang panjang. Dan orang yang suka terus-menerus menyendiri lebih mudah terkena gangguan jiwa. Di lain sisi menurut penyelidikan bila penderita sakit jiwa sebelum sakit suka bergaul, menunjukkan perhatian pada orang lain dan suka memaafkan kesalahan orang lain maka terbuka luas segala kemungkinan baginya untuk bisa sembuh.
            Dalam bergaul dengan orang lain kita kerap menjumpai masalah dan menemui orang-orang yang tidak kita sukai. Hal ini kalau dibiarkan akan membuat kita membenci dan punya musuh yang pada akhirnya dapat merusak jiwa kita sendiri. Oleh sebab itu kita hendaknya murah hati dalam mengampuni.
            Orang yang terus-menerus menyendiri sering berakhir menjadi penderita sakit jiwa karena kesendirian membuat pikiran seseorang menjadi buntu. Apabila seseorang punya masalah, masalah itu tidak dapat atau sangat sulit bila dipecahkan seorang diri, karena setiap orang mempunyai keterbatasan yang hanya bisa dilengkapi oleh orang lain. Apabila kita banyak bergaul dengan orang lain, kita tentu akan mendapat banyak keuntungan, misalnya nasehat-nasehat yang membangun atau secara tidak langsung dari obrolan bersama sahabat-sahabat kita mendapat masukan positip yang mengilhami kita untuk mengambil keputusan secara bijaksana, dan kadang-kadang kita mendapat bantuan berupa materi dan tenaga yang sangat kita butuhkan. Semua itu tidak mungkin kita dapatkan bila kita terus-menerus hanya menyendiri.
Dalam paragraf-paragraf berikut ini, saya akan mengutip apa yang tertulis di buku “Kekasih Allah”, karya Lukas Batmomolin,SVD, pada sub judul “Menabur kasih menuai bahagia”, semoga kutipan ini dapat mendorong anda untuk pergi keluar dari dalam diri anda dan membagi-bagikan diri anda bagi orang lain, sehingga anda dapat tetap sehat dan  mencapai kepenuhan hidup, yaitu:
           
Pasquale Foresi pernah mengungkapkan bahwa: “Semua manusia menemukan dirinya sebagai seorang pribadi yang penuh hanya dengan memberikan dirinya bagi yang lain, hanya dalam masyarakat bersama semua yang lain. Adalah di dalam kebersamaan dengan yang lain setiap orang menemukan kepenuhan dari kemanusiaannya dan kepribadiannya.”

Setiap manusia itu bukan hanya unik, melainkan juga indah. Masing-masing kita adalah pancaran kasih Allah satu kepada yang lain. Dengan cara apakah setiap kita memancarkan keindahan pribadi kita kepada orang lain? Mungkin tidak dengan kemolekan jasmani yang kita miliki, tetapi dengan keanggunan pribadi kita. Mungkin tidak dengan kedudukan dan kehormatan yang kita peroleh, tetapi dengan ketulusan pribadi kita. Mungkin tidak dengan kepintaran tetapi dengan kesederhanaan berpikir kita.
Kehidupan ini adalah sebuah sekolah kasih, di mana setiap kita diberi kesempatan untuk belajar dari dan mengajarkan orang lain tentang perbuatan kasih.
Semakin luas jangkauan pergaulan kita, semakin banyak pula orang yang kita libatkan ke dalam jaringan relasi kita. Andaikan setiap orang yang kita temui dalam hidup ini kita anggap sebagai suatu kesempatan belajar, maka tak terhitung banyaknya kesempatan yang telah kita miliki selama hidup ini untuk belajar tentang kehidupan ini. Betapa terbukanya ruang yang telah kita peroleh untuk memperkaya diri kita. Malangnya, kita tak selamanya menyadari hal ini.
Sebagai pribadi, kita hanya dapat menemukan peneguhan keberadaan kita dalam relasi sosial dengan orang lain. Sebuah pertemuan adalah juga sebuah kesempatan komunikasi antar pribadi. Komunikasi antar pribadi merupakan kesempatan emas dalam hidup kita di mana kita saling membagi ide, perasaan dan pengalaman kita satu sama lain. Terdapat dua hal besar dalam dimensi sosial keberadaan kita sebagai manusia. Pertama, berjumpa dengan orang lain dalam hidup kita; dan kedua, memanfaatkan perjumpaan itu untuk saling memperkaya diri. Malangnya, hanya sedikit  sekali dari antara kita yang secara sadar mempergunakan kesempatan kedua itu.
Di dalam hidup ini ada apa yang namanya radius atau jangkauan cinta. Pada saat kita mencintai seseorang, maka dengan sendirinya kita memasukkan orang tersebut ke dalam radius atau jangkauan cinta kita. Demikian juga halnya apabila ada orang yang mencintai kita, maka dengan sendirinya kita masuk dalam jangkauan cintanya. Sebab itu, di dalam hidup ini tidak ada seorang pun yang berada di luar jangkauan cinta itu. Semakin luas pergaulan seseorang semakin luas pula jangkauan cintanya. Kita masuk dalam jangkauan cinta Allah yang kita wujudkan secara nyata dalam upaya menciptakan jaringan-jaringan cinta manusia. Jaringan cinta manusia itu hanya tercipta lewat kesediaan kita mencintai.
Hidup orang lain dapat mengajarkan kita banyak hal. Pengalaman orang lain akan kegembiraan yang dirasakannya dapat juga menjadi sumber kegembiraan kita. Pengalaman orang lain akan penderitaan yang mesti ditanggungnya, dapat juga mengajarkan kita bagaimana menanggung penderitaan kita. Kebesaran kita sebagai seorang manusia tidak diukur dengan tahun-tahun yang kita hidupi, bukan pula dengan tingginya kedudukan dan popularitas yang kita raih atau banyaknya harta yang kita kumpulkan. Kebesaran kita sebagai seorang manusia ditentukan oleh perbuatan baik yang kita lakukan, juga dengan kegembiraan yang kita bagikan.
Kita seringkali terlampau sibuk untuk memikirkan apa yang hendak kita capai dalam hidup ini. Hal ini, entah kita sadari atau tidak, dapat menjadi penghalang bagi kita untuk menerima bahwa yang pertama dan terutama dalam hidup ini adalah apa yang dapat kita sumbangkan kepada kehidupan itu sendiri. Hal yang pada gilirannya membuat kita sibuk merancang apa yang seharusnya kita peroleh dari orang lain, sampai lupa untuk memikirkan tentang apa yang dapat kita sumbangkan dari kita sendiri kepada sesama dan ciptaan Allah yang lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar