Kamis, 10 Oktober 2013

Mengasihi Sesama.



3. MENGASIHI SESAMA

            “Kasihilah sesamamu manusia”, Tuhan Yesus Kristus mengajarkan itu kepada kita, lebih lengkapnya Ia mengajarkan agar kita mengasihi Allah dan mengasihi sesama. Ibarat koin mata uang logam, kedua hal itu adalah dua sisi yang tak terpisahkaan seperti halnya doa dan perbuatan. Untuk lebih jelasnya saya lampirkan perikop-perikop dalam kitab suci berikut ini:
“Guru hukum manakah yang terutama dalam hukum taurat?” Jawab Yesus kepadanya: ”Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang utama. Dan hukum yang kedua yang sama dengan itu ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum taurat dan kitab para Nabi.” (Mat 22:36-40, pararelnya di Mrk 12:28-34 dan Luk 10:25-28).

“Kamu telah mendengar firman” Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu. Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang tidak benar.” (Mat 5:43-45)

“Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.” (Mat 25:40)

“Tetapi kepada kamu,yang mendengarkan Aku, Aku berkata: Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu. Mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kamu; berdoalah bagi orang yang mencaci kamu.” (Luk 6:27-28)

“Dan sebagai mana kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah juga demikian kepada mereka.” (Luk 6:31)

“Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; Sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi. Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi.” (Yoh 13:34-35).

“Inilah perintah-Ku yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu. Tidak ada kasih yang lebih besar daripada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya.” (Yoh 15:12-13)

“Inilah perintah-Ku kepadamu: Kasihilah seorang akan yang lain.” (Yoh 15:17)

“Apakah gunanya, saudara-saudaraku, jika seorang mengatakan, bahwa ia mempunyai iman, padahal ia tidak mempunyai perbuatan? Dapatkah iman itu menyelamatkan dia? Jika seorang saudara atau saudari tidak mempunyai pakaian dan kekurangan makanan sehari-hari, dan seorang dari antara kamu berkata: ”Selamat jalan, kenakanlah kain panas dan makanlah sampai kenyang!”, tetapi ia tidak memberikan kepadanya apa yang perlu bagi tubuhnya, apakah gunanya itu? Demikian juga halnya dengan iman: Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati.” (Yak 2:14-17)

“Saudara-saudara-Ku yang kekasih marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah. Barangsiapa tidak mengasihi, Ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih.” (1 Yoh 4:7-8)

“Allah adalah kasih dan barangsiapa tetap berada di dalam kasih, ia tetap berada di dalam Allah dan Allah di dalam dia.” (1Yoh 4:16)
“Jikalau seorang berkata: ”Aku mengasihi Allah,” dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya. Dan perintah ini kita terima dari Dia: Barangsiapa mengasihi Allah, ia harus juga mengasihi saudaranya.” (1Yoh 4:20-21)

            Di awal Bab II ini saya cantumkan gambar Tuhan Yesus dan Bunda Maria. Pada gambar Tuhan Yesus di dada-Nya ada gambar hati yang dililit duri dan meskipun begitu hati itu menyala dan bersinar terang. Pada gambar Bunda Maria di dadanya ada gambar hati yang dililit untaian bunga mawar, dalam imajinasi saya hati itu pun dililit duri ranting mawar, namun meskipun begitu hati itu juga menyala dan bersinar terang. Selama bertahun-tahun saya mencoba mencari arti kedua gambar itu, sampai lambat laun saya menyadari bahwa pada kedua gambar itu memiliki makna yang sama yaitu bahwa orang yang ingin mengasihi sesama harus siap menderita dan menanggung rasa sakit, namun dalam semua penderitaan dan rasa sakit itu ia akan mendapat kebahagiaan yang tak berhingga dan nama Tuhan dimuliakan. Seperti yang diungkapkan dalam kitab suci pada perikop ”Ucapan bahagia” yang akan saya lampirkan berikut ini untuk anda:

Ucapan bahagia

“Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.
Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur.
Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi.
Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan.
Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan.
Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah.
Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah.
Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.
Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat.
Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu.” (Mat 5:3-12).

            Ketika saya sedang ngobrol dengan Frater Agung.O,Carm, seorang Frater lain mengungkapkan padanya tentang kotbah seorang Romo pada waktu misa natal. Inti kotbah itu adalah bahwa kasih sejati itu adalah mengasihi sampai merasa sakit. Seperti yang dicontohkan kehidupan Tuhan Yesus sendiri. Seperti kita ketahui bersama bahwa hidup Tuhan Yesus sewaktu di dunia ini berawal dari kandang dan berakhir di kayu salib. Dan waktu masih bayi dimusuhi oleh Herodes kemudian waktu dewasa dimusuhi oleh para ahli-ahli taurat dan orang-orang farisi. Kemudian ketika itu Frater Agung memperjelas pada saya bahwa hal itu berbeda dengan gangguan seksual yang bernama masokist karena pada masokist mereka bercinta dengan akan merasa senang dan nikmat bila disakiti. Pada masokist orang tersebut memupuk ego, tujuannya hanya untuk menyenangkan dirinya sendiri. Sedangkan pada mengasihi ssesama sampai merasa sakit tujuannya adalah untuk Tuhan dan kebaikan serta kebahagiaan orang lain.
            Selain itu, kasih sejati adalah pemberian diri secara total. Tapi bukan pemberian diri dalam arti seksual seperti yang diajarkan gereja-gereja sesat. Melainkan pemberian diri dalam arti yang lebih luhur, misalnya membantu orang sakit, menolong orang miskin, menegakkan keadilan dan lain-lain.
Mengasihi sesama adalah salah satu kunci membina hubungan sosial yang sehat dan harmonis, serta untuk memperbaiki hubungan yang telah rusak. Untuk dapat sungguh-sungguh mengasihi sesama kita harus berjuang untuk mengalahkan ego kita masing-masing karena ego adalah lawan dari kasih dan bila kita menuruti ego kita akan terjerumus dalam lubang dosa.
            Kembali saya ingin membicarakan semboyan retret Choice yaitu “Mengenal, mencintai dan melayani-Mu terindah dalam hidupku.” Menurut saya ini adalah ungkapan seseorang yang sangat mendalam dalam pengalamannya akan Allah. Bila saya jabarkan adalah sebagai berikut: Apabila kita mengenal Allah kita akan memahami bahwa Allah hadir dalam diri kita dan hadir dalam diri sesama. Setelah mengenal kita mencintai-Nya dan mencintai-Nya berarti juga mengasihi sesama dan menjaga diri kita sendiri tidak bercela karena tubuh kita adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam diri kita  (1Kor 6:19). Kemudian mencintai Tuhan juga diwujudkan dengan melayani sesama dalam tubuh gereja maupun dalam masyarakat.
            Mengasihi sesama adalah inti ajaran semua agama yang ada di dunia. Saya percaya bahwa mengasihi sesama selain baik untuk rohani kita, juga baik untuk kesehatan jiwa kita, bahkan bisa menyembuhkan penderitaan batin kita. Mengasihi sesama juga tidak hanya baik untuk rohani dan jiwa kita tetapi juga baik untuk bisnis dan pekerjaan kita. Hal itu diungkapkan oleh beberapa orang ahli bisnis seperti:
Hermawan Kertajaya dalam esai marketing berjudul ”Berbisnis dengan cinta” yang dimuat dalam Koran Jawa Pos edisi selasa kliwon 3 februari 2004, mengungkapkan bahwa kekuatan utama yang mampu menggerakkan bisnis kita hingga mencapai kesuksesan adalah cinta. Dalam berbisnis, kita sering lupa bahwa yang kita hadapi setiap hari sebenarnya adalah manusia, bukan mesin atau komputer. Sukses tidaknya kita berbisnis banyak bergantung pada dukungan orang-orang di sekitar kita. Jika mereka mencintai kita, tentu mereka akan sepenuh hati memberikan segalanya buat diri kita. Bayangkan saja saat anda sedang jatuh cinta kepada seseorang. Anda tentu selalu berusaha menyenangkan sang kekasih, bukan? Apa pun yang dimintanya, pasti anda akan berupaya sekuat tenaga untuk memenuhi. Selain itu,  kita harus tentu mencintai yang kita kerjakan. Dengan demikian, kita akan melakukan pekerjaan itu dengan tulus, penuh komitmen, serta berusaha memberikan yang terbaik dari diri kita. Karena itu, cinta bukan hanya elemen paling penting dalam kehidupan pribadi kita. Dalam kehidupan profesional atau bisnis,  cinta juga berperan penting.
Gede Prama dalam bukunya “Percaya cinta percaya keajaiban “ mengungkapkan bahwa meraih harta dengan cinta akan mematahkan anggapan yang berumur sangat lama: pertentangan antara Performance (hasil akhir) dengan Enjoyment (kenikmatan dalam perjalanan). Ia menjelaskan: ”Sebagaimana kita tahu bersama, telah lama diyakini banyak manusia, kalau orang mengutamakan hasil, maka luputlah rasa syukur di perjalanan. Demikian juga dengan mereka yang terlalu berkonsentrasi pada rasa syukur di perjalanan, hasil akhirnya kerap hanya biasa-biasa saja. Melalui pendekatan ‘Meraih harta dengan cinta’, sebenarnya pertentangan semacam ini tidak perlu ada. Hasil yang maksimal bisa dicapai melalui rasa syukur yang mendalam di perjalanan. Demikian juga sebaliknya, rasa syukur yang terus-menerus hadir, juga kontributif terhadap tingginya hasil akhir. Bukankah indah sekali hidup yang bisa menghadirkan keduanya pada saat yang sama? Dalam bingkai pengertian seperti ini, ketika seorang sahabat warga negara Amerika bertanya kepada saya apa itu kehidupan. Dengan tenang saya menjawabnya: Life is love, the rest is just details! Hidup ini adalah cinta, sisanya hanyalah penjelasan rinci dari cinta.”
Pak Handoko, seorang pengusaha sukses, yang adalah teman saya, juga mengungkapkan hal senada: ”Bagaimana akan sukses kalau tidak baik sama orang?” Lebih jauh ia menjelaskan bahwa Iman, pengharapan dan kasih sangat penting dalam dunia bisnis. Iman diterjemahkannya sebagai sikap konsisten, pengharapan diterjemahkannya sebagai cita-cita dan optimisme, dan kasih adalah kunci membina relasi bisnis yang langgeng.
Saya sendiri juga punya pengalaman pribadi bahwa dulu saya mengira kunci sukses dalam pekerjaan dan bisnis adalah permainan politik dan manipulasi  tetapi kini saya yakin bahwa kunci sukses adalah ketulusan, keiklasan, kemurnian, kejujuran, kesetiaan, sopan santun dan cintakasih. Kalau anda menggunakan kunci: permainan politik dan manipulasi maka suatu saat korban anda akan tahu dan merasa dipecundangi dan akhirnya akan meninggalkan anda.
Dalam usaha mengasihi sesama biasanya kita menemui orang-orang yang tidak kita sukai atau bahkan kita benci. Entah karena omongannya menyakitkan hati kita, sikapnya tidak menyenangkan, perbuatannya kasar, orang itu sering berprasangka buruk pada kita atau wajahnya entah mengapa membuat kita tidak menyukainya. Dalam mensikapi hal ini, Hendro salah seorang teman saya pernah mengungkapkan bahwa ”Semua itu tidak menjadi masalah kalau tidak dibikin masalah” atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa semua itu tidak mengganggu atau menghambat kita seandainya kita tidak membuatnya menjadi masalah. Seandainya betapapun tidak menyenangkannya mereka kita tetap meresponnya dengan positip. Sehubungan dengan hal ini benarlah pernyataan yang mengungkapkan bahwa anda adalah apa yang anda pikirkan mengenai diri anda. Kalau anda berpikir bahwa orang yang tidak anda sukai itu menjadi masalah buat anda maka hal itu akan benar-benar menjadi masalah buat anda. Dan biasanya hal-hal kecil akan anda besar-besarkan. Tetapi bila anda berpikir bahwa orang yang tidak anda sukai itu tidak menjadi masalah buat anda maka hal itu akan benar-benar tidak akan menjadi masalah buat anda, dan anda akan menanggapinya secara positip, realistis dan proporsional. Ingatlah bahwa Tuhan Yesus tidak mengajarkan bahwa kita harus menyukai semua orang, melainkan Ia mengajarkan bahwa kita harus mengasihi semua orang, entah mereka kita sukai atau tidak.
            Pak Handoko pernah mengungkapkan pada saya dan teman-teman saya bahwa dalam membina relasi kita jangan menggantungkan diri pada perasaan karena perasaan kerap kali tidak bisa diandalkan dan kadang justru menjerumuskan. Setelah saya pikir-pikir benar juga. Karena saya mempunyai seorang teman kerja yang sangat tidak saya sukai tetapi bukti-bukti menunjukkan bahwa dia baik pada saya. Saya sendiri heran, entah kenapa saya tidak menyukainya. Kini saya menyadari benar apa yang diungkapkan oleh Santa Theresia Lisieux bahwa mengasihi itu bukan masalah perasaan tetapi masalah perbuatan.
Ibarat kacamata, mengasihi sesama membuat kita mampu memandang hal-hal indah dan positip yang tak terduga, dan membuat kita mampu menemukan hal-hal besar dalam hal-hal kecil.
Salah satu teman saya pernah dipenjara ia banyak bercerita pada saya tentang kasusnya dan kehidupannya selama di Rutan. Fenomena yang menarik bagi saya adalah bagaimana para sipir penjara memperlakukan para napi. Ada beberapa sipir penjara yang bertindak kasar dan sewenang-wenang menggunakan kekuasaannya misalnya bila seorang napi habis dibesuk biasanya mereka diperiksa oleh mereka dan bila mereka memegang uang atau mengantongi uang, uang itu diambil oleh sang sipir itu. Sementara itu di sisi lain ada beberapa sipir penjara yang memandang kedepan dan berpikir bahwa seorang napi bila telah bebas dapat bersosialisasi dan membina hubungan baik dengan mereka. Teman saya ini punya sahabat baik seorang sipir penjara. Dan karena teman saya ini setelah keluar dari penjara berhasil membangun perusahaan sendiri dan sukses maka ia sering membantu kesulitan keuangan sang sipir tersebut.
Santa Theresia dari Lisieux adalah salah satu figur yang patut kita teladani dalam ajarannya tentang bagaimana mengasihi sesama, berikut ini akan saya lampirkan beberapa kata-katanya dalam buku otobiografinya, yang ditulisnya sendiri, yang berjudul ”Aku percaya akan cinta kasih Allah”:

“Tepatlah yang dinyanyikan raja Daud: ”Betapa baik dan menyenangkannya tinggal bersama sebagai saudara-saudara.”  Memang benar telah sering saya alami hal itu, namun selama di dunia ini kerukunan itu sesungguhnya diwujudkan di tengah kurban-kurban.”

“Kini saya tahu bahwa cintakasih sesama yang sempurna terletak dalam menanggung keterbatasan sesama, tidak heran melihat kelemahan mereka, bahwa orang merasa senang bila melihat perbuatan-perbuatan kebajikan terkecil sekalipun yang mereka lakukan tetapi terutama saya menginsafi bahwa cinta sesama tidak boleh tinggal tertutup di dalam hati.”

“Cintakasih dipupuk dengan kurban-kurban, semakin seseorang melepaskan kepuasan kodratinya semakin kokoh cintakasihnya dan semakin tanpa pamrih jadinya.”

“Pada waktu rekreasi dan pada waktu kita boleh berbicara dengan sesama suster, saya harus mencari pergaulan dengan mereka yang paling menjengkelkan saya.”

Santa Theresia dari Lisieux tidak mau dikalahkan oleh perasaan antipatinya. Ia berbuat baik dan ramah pada semua orang  terutama orang yang menjengkelkannya, karena pada orang itu ia terpikat pada Yesus yang hadir dalam lubuk hatinya.   

Kemudian dalam buku “Renungan Santa Theresia dari Kanak-Kanak Yesus”, yang diterbitkan oleh Dioma, ia mengungkapkan:

”Kita tidak berkahyal, seakan-akan dapat mencintai tanpa menderita banyak. Memang demikian lemahlah kodrat kita dan penderitaan tidak sia-sia. Penderitaan merupakan harta perolehan setiap hari. Demikian berharganya, sehingga Yesus khusus datang di dunia untuk memilikinya.”

“Tanpa cintakasih semua hal tidak bernilai, bahkan yang paling cemerlang sekalipun, seperti menghidupkan orang mati atau mempertobatkan bangsa-bangsa.”

            Berbicara tentang mengasihi sesama saya teringat akan nasehat Santa Theresia dari Avila dalam bukunya yang berjudul, “Puri Batin” yaitu:

“Janganlah mencoba mau berguna bagi seluruh dunia, melainkan layanilah mereka yang hidup bersama anda, dengan demikian pekerjaan anda lebih mengena pada sasaran, Terhadap mereka ini anda mempunyai kewajiban yang paling besar. Jangan menyangka bahwa kalian tidak mendapat mafaat apa-apa, kalau kalian melayani orang-orang yang ada di sekitar kalian dengan rela dalam kerendahan hati yang besar dan dalam laku tapa. Dengan pelayanan itu kalian melimpahkan cinta yang besar kepada sesama dan kepada Tuhan dan terus-menerus menyalakan cinta dalam hati semua orang. Kebajikan-kebajikan yang kalian lakukan akan mendorong mereka juga. Dengan itu kalian tidak hanya mengabdi Tuhan dengan sepenuh hati, tetapi juga dengan cara yang berkenan kepada-Nya. Dengan melakukan apa yang dapat kalian lakukan, kalian menunjukkan kepada Tuhan bahwa kalian dapat berbuat lebih banyak lagi. Tuhan akan mengganjari kalian seakan-akan kalian memenangkan banyak jiwa baginya.”

“Janganlah kita mendirikan menara tanpa pondasi. Bukankah Tuhan tidak pertama-tama menilik besarnya karya-karya kita, melainkan cintakasih yang menyertai perbuatan kita? Dan kalau kita berbuat sesuai dengan kemampuan kita, Tuhan akan membantu kita untuk maju hari demi hari. Janganlah kita terlampau cepat jemu. Marilah kita selama hidup yang singkat ini, mungkin lebih singkat dari yang kita duga, mempersembahkan kepada Tuhan segala sesuatu yang ada dalam kemampuan kita, baik lahir maupun batin. Tuhan akan mempersatukannya dengan kurban-Nya kepada Bapa yang di atas Salib telah dipersembahkan-Nya bagi kita. Apa yang kita perbuat mendapat nilai sesuai dengan cinta kita, kendatipun perbuatan itu kecil.”

Sekarang saya ingin mengungkapkan apa yang di pikirkan oleh Teilhard de Chardin tentang cinta. Menurutnya cinta adalah puncak kesadaran dan dengan demikian juga puncak evolusi manusia. Dalam visi yang menyeluruh ia melihat masa depan manusia yang dijiwai oleh rasa tanggung jawab terhadap sesama yang makin kuat dan akan memuncak dalam persatuan persaudaraan seluruh umat manusia. Menurut Teilhard, cinta baru mencapai titik kesempurnaannya, jika membuka diri untuk dunia dan umat manusia seluruhnya, jika ia menjadi universil. Dengan memeluk dunia, ia memeluk Tuhan sendiri. (Sumber: Buku “Asal dan tujuan manusia”, Karya: Dr.Franz Dahler dan Julius Chandra)
Gede Prama dalam bukunya, “Percaya cinta percaya keajaiban” juga mengungkapkan bahwa ia meyakini sekali kalau cinta bisa menghadirkan keajaiban-keajaiban. Berikut ini adalah sebagian kecil contoh keajaiban-keajaiban yang menurutnya dihadirkan oleh cinta, yaitu:
Keajaiban pertama, cinta membuat orang jadi awet muda dan berumur panjang. Sebagaimana pernah dikutipnya dari majalah Reader Digest, salah satu ciri orang yang awet muda dan berumur panjang adalah memiliki setidak-tidaknya seseorang untuk dicintai. Sebenarnya penemuan ini sangat logis. Sebab, dengan memiliki orang yang kita cintai, meniti karier dan nafas kehidupan lainnya bisa dilakukan tanpa rasa capek yang mengganggu. Ia mengatakan bahwa capeknya sering kali hilang, kalau membayangkan anak-anak lulus dari sekolah ternama di luar negeri. Atau membayangkan isteri menikmati sekali hidup bersamanya. Atau mengetahui bahwa ibunya mensyukuri sekali pernah melahirkan anak seperti dia.
Keajaiban cinta yang kedua, menurutnya bahwa bila anda selalu mencari sesuatu yang baik dalam diri orang lain, anda akan menemukan sisi terbaik dari diri anda sendiri. Ini ia alami sendiri. Sebagai manusia biasa, ia juga pernah memenuhi hidup dengan pandangan-pandangan negatif tentang orang lain. Atau sedikit-sedikit menghakimi orang lain. Energi negatif tadi, mungkin tidak memakan orang yang ia benci. Tetapi ia rasakan sendiri, bahwa energi negatif itu memakan badannya sendiri. Namun, semua ini berubah secara radikal, sejalan dengan kemajuan untuk belajar melihat sisi positif orang lain. Entah dari mana datangnya keajaiban, kekaguman orang lain, rasa hormat orang lain, rasa percaya orang akan apa yang ia tulis dan bicarakan di depan umum, datang mengalir secara sangat mudah.
Keajaiban yang ketiga, cinta sering membuat yang tidak mungkin jadi mungkin. Sebagaimana yang menurutnya pernah dituturkan seorang Ibu dalam buku, “Chicken soup for the couple’soul”, tubuh ibu yang lemah tadi bisa menyelamatkan suaminya dari serangan beruang besar dan ganas. Tadinya ia takut melawan beruang tadi. Akan tetapi, karena suaminya adalah satu-satunya kekayaan yang paling berguna, maka dia lawan dengan penuh kemampuan. Entah dari mana datangnya keajaiban, beruang besar tadi lari ketakutan melihat perlawanan wanita lemah tadi.
Sekarang saya ingin mengajak anda untuk merenungkan dua hal. Yang pertama adalah apa yang pernah ditulis oleh Emma Goldman yaitu: “Bila cinta mengharapkan bayaran, itu bukan cinta, melainkan sebuah transaksi.”  (Sumber: buku “Percaya cinta percaya keajaiban”, karya Gede Prama). Kemudian yang kedua adalah apa yang diungkapkan oleh Santo Yohanes dari Salib yaitu: “Di mana tidak ada cintakasih, tanamkanlah cintakasih di sana, maka anda akan menimbulkan cintakasih dari dalamnya.”
Saya ingin sedikit bercerita tentang pengalaman saya sewaktu mendaki gunung Arjuna. Waktu itu kami berangkat berenam, adapun inisiatif pendakian itu berasal dari Pak John. Sepanjang jalan tak henti-hentinya kami bersenda gurau, begitu seterusnya sampai acara pendakian itu berakhir, karena Pak John selain bijak juga pandai membuat suasana jadi menyenangkan. Hal yang sangat berkesan bagi saya bukan gunungnya atau proses pendakian itu melainkan cintakasih seorang teman baru saya yang bernama Arifin. Ia dengan secara sukarela mengambil inisiatif melayani kebutuhan makan dan minum kami dengan memasakkan mi instan dan membuat susu bagi kami. Waktu itu saya sempat ikut membantu dia. Hal yang menyentuh hati saya adalah bahwa dia selalu makan dan minum paling akhir, dan ia tidak mengharapkan pujian dan pengakuan. Ia mengatakan bahwa yang masak sebaiknya makan terakhir dan bagi dirinya sendiri makan tidaklah penting, yang paling penting baginya adalah minum, dan ia secara tidak langsung mengatakan pada saya bahwa ia melakukan semua itu semata-mata karena cinta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar