3. MENGASIHI SESAMA
“Kasihilah sesamamu
manusia”, Tuhan Yesus Kristus mengajarkan itu kepada kita, lebih lengkapnya Ia
mengajarkan agar kita mengasihi Allah dan mengasihi sesama. Ibarat koin mata
uang logam, kedua hal itu adalah dua sisi yang tak terpisahkaan seperti halnya
doa dan perbuatan. Untuk lebih jelasnya saya lampirkan perikop-perikop dalam
kitab suci berikut ini:
“Guru
hukum manakah yang terutama dalam hukum taurat?” Jawab Yesus kepadanya:
”Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan
dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang utama. Dan
hukum yang kedua yang sama dengan itu ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti
dirimu sendiri. Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum taurat dan kitab
para Nabi.” (Mat 22:36-40, pararelnya di Mrk 12:28-34 dan Luk 10:25-28).
“Kamu
telah mendengar firman” Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi
Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang
menganiaya kamu. Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang
di sorga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang baik dan
menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang tidak benar.” (Mat 5:43-45)
“Aku
berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah
seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk
Aku.” (Mat 25:40)
“Tetapi
kepada kamu,yang mendengarkan Aku, Aku berkata: Kasihilah musuhmu, berbuatlah
baik kepada orang yang membenci kamu. Mintalah berkat bagi orang yang mengutuk
kamu; berdoalah bagi orang yang mencaci kamu.” (Luk 6:27-28)
“Dan
sebagai mana kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah juga
demikian kepada mereka.” (Luk 6:31)
“Aku
memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; Sama
seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi.
Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu
jikalau kamu saling mengasihi.” (Yoh 13:34-35).
“Inilah
perintah-Ku yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi
kamu. Tidak ada kasih yang lebih besar daripada kasih seorang yang memberikan
nyawanya untuk sahabat-sahabatnya.” (Yoh 15:12-13)
“Inilah
perintah-Ku kepadamu: Kasihilah seorang akan yang lain.” (Yoh 15:17)
“Apakah
gunanya, saudara-saudaraku, jika seorang mengatakan, bahwa ia mempunyai iman,
padahal ia tidak mempunyai perbuatan? Dapatkah iman itu menyelamatkan dia? Jika
seorang saudara atau saudari tidak mempunyai pakaian dan kekurangan makanan
sehari-hari, dan seorang dari antara kamu berkata: ”Selamat jalan, kenakanlah
kain panas dan makanlah sampai kenyang!”, tetapi ia tidak memberikan kepadanya
apa yang perlu bagi tubuhnya, apakah gunanya itu? Demikian juga halnya dengan
iman: Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya
adalah mati.” (Yak 2:14-17)
“Saudara-saudara-Ku
yang kekasih marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah;
dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah.
Barangsiapa tidak mengasihi, Ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah
kasih.” (1 Yoh 4:7-8)
“Allah
adalah kasih dan barangsiapa tetap berada di dalam kasih, ia tetap berada di
dalam Allah dan Allah di dalam dia.” (1Yoh 4:16)
“Jikalau
seorang berkata: ”Aku mengasihi Allah,” dan ia membenci saudaranya, maka ia
adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya,
tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya. Dan perintah ini kita
terima dari Dia: Barangsiapa mengasihi Allah, ia harus juga mengasihi
saudaranya.” (1Yoh 4:20-21)
Di awal Bab II ini saya cantumkan
gambar Tuhan Yesus dan Bunda Maria. Pada gambar Tuhan Yesus di dada-Nya ada
gambar hati yang dililit duri dan meskipun begitu hati itu menyala dan bersinar
terang. Pada gambar Bunda Maria di dadanya ada gambar hati yang dililit untaian
bunga mawar, dalam imajinasi saya hati itu pun dililit duri ranting mawar,
namun meskipun begitu hati itu juga menyala dan bersinar terang. Selama
bertahun-tahun saya mencoba mencari arti kedua gambar itu, sampai lambat laun
saya menyadari bahwa pada kedua gambar itu memiliki makna yang sama yaitu bahwa
orang yang ingin mengasihi sesama harus siap menderita dan menanggung
rasa sakit, namun dalam semua penderitaan dan rasa sakit itu ia akan mendapat
kebahagiaan yang tak berhingga dan nama Tuhan dimuliakan. Seperti yang diungkapkan dalam kitab suci pada
perikop ”Ucapan bahagia” yang akan saya lampirkan berikut ini untuk anda:
Ucapan bahagia
“Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah
yang empunya Kerajaan Sorga.
Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur.
Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki
bumi.
Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka
akan dipuaskan.
Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh
kemurahan.
Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat
Allah.
Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak
Allah.
Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena
merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.
Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan
kepadamu difitnahkan segala yang jahat.
Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga, sebab
demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu.” (Mat 5:3-12).
Ketika saya sedang ngobrol dengan
Frater Agung.O,Carm, seorang Frater lain mengungkapkan padanya tentang kotbah
seorang Romo pada waktu misa natal. Inti kotbah itu adalah bahwa kasih sejati
itu adalah mengasihi sampai merasa sakit. Seperti yang dicontohkan kehidupan
Tuhan Yesus sendiri. Seperti kita ketahui bersama bahwa hidup Tuhan Yesus
sewaktu di dunia ini berawal dari kandang dan berakhir di kayu salib. Dan waktu
masih bayi dimusuhi oleh Herodes kemudian waktu dewasa dimusuhi oleh para
ahli-ahli taurat dan orang-orang farisi. Kemudian ketika itu Frater Agung
memperjelas pada saya bahwa hal itu berbeda dengan gangguan seksual yang
bernama masokist karena pada masokist mereka bercinta dengan akan merasa senang
dan nikmat bila disakiti. Pada masokist orang tersebut memupuk ego, tujuannya
hanya untuk menyenangkan dirinya sendiri. Sedangkan pada mengasihi ssesama
sampai merasa sakit tujuannya adalah untuk Tuhan dan kebaikan serta kebahagiaan
orang lain.
Selain itu, kasih sejati adalah
pemberian diri secara total. Tapi bukan pemberian diri dalam arti seksual
seperti yang diajarkan gereja-gereja sesat. Melainkan pemberian diri dalam arti
yang lebih luhur, misalnya membantu orang sakit, menolong orang miskin,
menegakkan keadilan dan lain-lain.
Mengasihi sesama adalah salah satu kunci membina
hubungan sosial yang sehat dan harmonis, serta untuk memperbaiki hubungan yang
telah rusak. Untuk dapat sungguh-sungguh mengasihi sesama kita harus berjuang
untuk mengalahkan ego kita masing-masing karena ego adalah lawan dari kasih dan
bila kita menuruti ego kita akan terjerumus dalam lubang dosa.
Kembali saya ingin membicarakan
semboyan retret Choice yaitu “Mengenal, mencintai dan melayani-Mu terindah
dalam hidupku.” Menurut saya ini adalah ungkapan seseorang yang sangat mendalam
dalam pengalamannya akan Allah. Bila saya jabarkan adalah sebagai berikut:
Apabila kita mengenal Allah kita akan memahami bahwa Allah hadir dalam diri
kita dan hadir dalam diri sesama. Setelah mengenal kita mencintai-Nya dan
mencintai-Nya berarti juga mengasihi sesama dan menjaga diri kita sendiri tidak
bercela karena tubuh kita adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam diri kita (1Kor 6:19). Kemudian mencintai Tuhan juga
diwujudkan dengan melayani sesama dalam tubuh gereja maupun dalam masyarakat.
Mengasihi sesama adalah inti ajaran
semua agama yang ada di dunia. Saya percaya bahwa mengasihi sesama selain baik
untuk rohani kita, juga baik untuk kesehatan jiwa kita, bahkan bisa
menyembuhkan penderitaan batin kita. Mengasihi sesama juga tidak hanya baik
untuk rohani dan jiwa kita tetapi juga baik untuk bisnis dan pekerjaan kita.
Hal itu diungkapkan oleh beberapa orang ahli bisnis seperti:
Hermawan Kertajaya dalam esai marketing berjudul
”Berbisnis dengan cinta” yang dimuat dalam Koran Jawa Pos edisi selasa kliwon 3
februari 2004, mengungkapkan bahwa kekuatan utama yang mampu menggerakkan
bisnis kita hingga mencapai kesuksesan adalah cinta. Dalam berbisnis, kita
sering lupa bahwa yang kita hadapi setiap hari sebenarnya adalah manusia, bukan
mesin atau komputer. Sukses tidaknya kita berbisnis banyak bergantung pada
dukungan orang-orang di sekitar kita. Jika mereka mencintai kita, tentu mereka
akan sepenuh hati memberikan segalanya buat diri kita. Bayangkan saja saat anda
sedang jatuh cinta kepada seseorang. Anda tentu selalu berusaha menyenangkan
sang kekasih, bukan? Apa pun yang dimintanya, pasti anda akan berupaya sekuat
tenaga untuk memenuhi. Selain itu, kita
harus tentu mencintai yang kita kerjakan. Dengan demikian, kita akan melakukan
pekerjaan itu dengan tulus, penuh komitmen, serta berusaha memberikan yang
terbaik dari diri kita. Karena itu, cinta bukan hanya elemen paling
penting dalam kehidupan pribadi kita. Dalam kehidupan profesional atau
bisnis, cinta juga berperan penting.
Gede Prama dalam bukunya “Percaya cinta percaya
keajaiban “ mengungkapkan bahwa meraih harta dengan cinta akan mematahkan
anggapan yang berumur sangat lama: pertentangan antara Performance (hasil
akhir) dengan Enjoyment (kenikmatan dalam perjalanan). Ia menjelaskan:
”Sebagaimana kita tahu bersama, telah lama diyakini banyak manusia, kalau orang
mengutamakan hasil, maka luputlah rasa syukur di perjalanan. Demikian juga
dengan mereka yang terlalu berkonsentrasi pada rasa syukur di perjalanan, hasil
akhirnya kerap hanya biasa-biasa saja. Melalui pendekatan ‘Meraih harta dengan
cinta’, sebenarnya pertentangan semacam ini tidak perlu ada. Hasil yang
maksimal bisa dicapai melalui rasa syukur yang mendalam di perjalanan. Demikian
juga sebaliknya, rasa syukur yang terus-menerus hadir, juga kontributif
terhadap tingginya hasil akhir. Bukankah indah sekali hidup yang bisa
menghadirkan keduanya pada saat yang sama? Dalam bingkai pengertian seperti
ini, ketika seorang sahabat warga negara Amerika bertanya kepada saya apa itu
kehidupan. Dengan tenang saya menjawabnya: Life is love, the rest is
just details! Hidup ini adalah cinta,
sisanya hanyalah penjelasan rinci dari cinta.”
Pak Handoko, seorang pengusaha sukses, yang adalah
teman saya, juga mengungkapkan hal senada: ”Bagaimana akan sukses kalau
tidak baik sama orang?” Lebih jauh ia
menjelaskan bahwa Iman, pengharapan dan kasih sangat penting dalam dunia
bisnis. Iman diterjemahkannya sebagai sikap konsisten, pengharapan
diterjemahkannya sebagai cita-cita dan optimisme, dan kasih adalah kunci
membina relasi bisnis yang langgeng.
Saya sendiri juga punya pengalaman pribadi bahwa
dulu saya mengira kunci sukses dalam pekerjaan dan bisnis adalah permainan
politik dan manipulasi tetapi kini saya
yakin bahwa kunci sukses adalah ketulusan, keiklasan, kemurnian, kejujuran,
kesetiaan, sopan santun dan cintakasih. Kalau anda menggunakan kunci: permainan
politik dan manipulasi maka suatu saat korban anda akan tahu dan merasa
dipecundangi dan akhirnya akan meninggalkan anda.
Dalam usaha mengasihi sesama biasanya kita menemui
orang-orang yang tidak kita sukai atau bahkan kita benci. Entah karena
omongannya menyakitkan hati kita, sikapnya tidak menyenangkan, perbuatannya
kasar, orang itu sering berprasangka buruk pada kita atau wajahnya entah
mengapa membuat kita tidak menyukainya. Dalam mensikapi hal ini, Hendro salah
seorang teman saya pernah mengungkapkan bahwa ”Semua itu tidak menjadi masalah
kalau tidak dibikin masalah” atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa semua
itu tidak mengganggu atau menghambat kita seandainya kita tidak membuatnya
menjadi masalah. Seandainya betapapun tidak menyenangkannya mereka kita tetap
meresponnya dengan positip. Sehubungan dengan hal ini benarlah pernyataan yang
mengungkapkan bahwa anda adalah apa yang anda pikirkan mengenai diri anda.
Kalau anda berpikir bahwa orang yang tidak anda sukai itu menjadi masalah buat
anda maka hal itu akan benar-benar menjadi masalah buat anda. Dan biasanya
hal-hal kecil akan anda besar-besarkan. Tetapi bila anda berpikir bahwa orang
yang tidak anda sukai itu tidak menjadi masalah buat anda maka hal itu akan
benar-benar tidak akan menjadi masalah buat anda, dan anda akan menanggapinya
secara positip, realistis dan proporsional. Ingatlah bahwa Tuhan Yesus tidak
mengajarkan bahwa kita harus menyukai semua orang, melainkan Ia mengajarkan
bahwa kita harus mengasihi semua orang, entah mereka kita sukai atau tidak.
Pak Handoko pernah mengungkapkan
pada saya dan teman-teman saya bahwa dalam membina relasi kita jangan
menggantungkan diri pada perasaan karena perasaan kerap kali tidak bisa
diandalkan dan kadang justru menjerumuskan. Setelah saya pikir-pikir benar
juga. Karena saya mempunyai seorang teman kerja yang sangat tidak saya sukai
tetapi bukti-bukti menunjukkan bahwa dia baik pada saya. Saya sendiri heran,
entah kenapa saya tidak menyukainya. Kini saya menyadari benar apa yang
diungkapkan oleh Santa Theresia Lisieux bahwa mengasihi itu bukan masalah
perasaan tetapi masalah perbuatan.
Ibarat kacamata, mengasihi sesama membuat kita mampu
memandang hal-hal indah dan positip yang tak terduga, dan membuat kita mampu
menemukan hal-hal besar dalam hal-hal kecil.
Salah satu teman saya pernah dipenjara ia banyak
bercerita pada saya tentang kasusnya dan kehidupannya selama di Rutan. Fenomena
yang menarik bagi saya adalah bagaimana para sipir penjara memperlakukan para
napi. Ada beberapa sipir penjara yang bertindak kasar dan sewenang-wenang
menggunakan kekuasaannya misalnya bila seorang napi habis dibesuk biasanya
mereka diperiksa oleh mereka dan bila mereka memegang uang atau mengantongi
uang, uang itu diambil oleh sang sipir itu. Sementara itu di sisi lain ada
beberapa sipir penjara yang memandang kedepan dan berpikir bahwa seorang napi
bila telah bebas dapat bersosialisasi dan membina hubungan baik dengan mereka.
Teman saya ini punya sahabat baik seorang sipir penjara. Dan karena teman saya
ini setelah keluar dari penjara berhasil membangun perusahaan sendiri dan
sukses maka ia sering membantu kesulitan keuangan sang sipir tersebut.
Santa Theresia dari Lisieux adalah salah satu figur
yang patut kita teladani dalam ajarannya tentang bagaimana mengasihi sesama,
berikut ini akan saya lampirkan beberapa kata-katanya dalam buku
otobiografinya, yang ditulisnya sendiri, yang berjudul ”Aku percaya akan cinta
kasih Allah”:
“Tepatlah
yang dinyanyikan raja Daud: ”Betapa baik dan menyenangkannya tinggal bersama
sebagai saudara-saudara.” Memang benar
telah sering saya alami hal itu, namun selama di dunia ini kerukunan itu
sesungguhnya diwujudkan di tengah kurban-kurban.”
“Kini
saya tahu bahwa cintakasih sesama yang sempurna terletak dalam menanggung
keterbatasan sesama, tidak heran melihat kelemahan mereka, bahwa orang merasa
senang bila melihat perbuatan-perbuatan kebajikan terkecil sekalipun yang
mereka lakukan tetapi terutama saya menginsafi bahwa cinta sesama tidak boleh
tinggal tertutup di dalam hati.”
“Cintakasih
dipupuk dengan kurban-kurban, semakin seseorang melepaskan kepuasan kodratinya
semakin kokoh cintakasihnya dan semakin tanpa pamrih jadinya.”
“Pada
waktu rekreasi dan pada waktu kita boleh berbicara dengan sesama suster, saya
harus mencari pergaulan dengan mereka yang paling menjengkelkan saya.”
Santa
Theresia dari Lisieux tidak mau dikalahkan oleh perasaan antipatinya. Ia
berbuat baik dan ramah pada semua orang
terutama orang yang menjengkelkannya, karena pada orang itu ia terpikat
pada Yesus yang hadir dalam lubuk hatinya.
Kemudian
dalam buku “Renungan Santa Theresia dari Kanak-Kanak Yesus”, yang diterbitkan
oleh Dioma, ia mengungkapkan:
”Kita
tidak berkahyal, seakan-akan dapat mencintai tanpa menderita banyak. Memang
demikian lemahlah kodrat kita dan penderitaan tidak sia-sia. Penderitaan merupakan
harta perolehan setiap hari. Demikian berharganya, sehingga Yesus khusus datang
di dunia untuk memilikinya.”
“Tanpa
cintakasih semua hal tidak bernilai, bahkan yang paling cemerlang sekalipun,
seperti menghidupkan orang mati atau mempertobatkan bangsa-bangsa.”
Berbicara tentang mengasihi sesama
saya teringat akan nasehat Santa Theresia dari Avila dalam bukunya yang
berjudul, “Puri Batin” yaitu:
“Janganlah mencoba mau berguna bagi seluruh dunia,
melainkan layanilah mereka yang hidup bersama anda, dengan demikian pekerjaan
anda lebih mengena pada sasaran, Terhadap mereka ini anda mempunyai kewajiban
yang paling besar. Jangan menyangka bahwa kalian tidak mendapat mafaat apa-apa,
kalau kalian melayani orang-orang yang ada di sekitar kalian dengan rela dalam
kerendahan hati yang besar dan dalam laku tapa. Dengan pelayanan itu kalian
melimpahkan cinta yang besar kepada sesama dan kepada Tuhan dan terus-menerus
menyalakan cinta dalam hati semua orang. Kebajikan-kebajikan yang kalian
lakukan akan mendorong mereka juga. Dengan itu kalian tidak hanya mengabdi
Tuhan dengan sepenuh hati, tetapi juga dengan cara yang berkenan kepada-Nya.
Dengan melakukan apa yang dapat kalian lakukan, kalian menunjukkan kepada Tuhan
bahwa kalian dapat berbuat lebih banyak lagi. Tuhan akan mengganjari kalian
seakan-akan kalian memenangkan banyak jiwa baginya.”
“Janganlah kita mendirikan menara tanpa pondasi.
Bukankah Tuhan tidak pertama-tama menilik besarnya karya-karya kita, melainkan
cintakasih yang menyertai perbuatan kita? Dan kalau kita berbuat sesuai dengan
kemampuan kita, Tuhan akan membantu kita untuk maju hari demi hari. Janganlah
kita terlampau cepat jemu. Marilah kita selama hidup yang singkat ini, mungkin
lebih singkat dari yang kita duga, mempersembahkan kepada Tuhan segala sesuatu
yang ada dalam kemampuan kita, baik lahir maupun batin. Tuhan akan
mempersatukannya dengan kurban-Nya kepada Bapa yang di atas Salib telah
dipersembahkan-Nya bagi kita. Apa yang kita perbuat mendapat nilai sesuai
dengan cinta kita, kendatipun perbuatan itu kecil.”
Sekarang saya ingin mengungkapkan apa yang di
pikirkan oleh Teilhard de Chardin tentang cinta. Menurutnya cinta adalah puncak
kesadaran dan dengan demikian juga puncak evolusi manusia. Dalam visi yang
menyeluruh ia melihat masa depan manusia yang dijiwai oleh rasa tanggung jawab
terhadap sesama yang makin kuat dan akan memuncak dalam persatuan persaudaraan
seluruh umat manusia. Menurut Teilhard, cinta baru mencapai titik
kesempurnaannya, jika membuka diri untuk dunia dan umat manusia seluruhnya,
jika ia menjadi universil. Dengan memeluk dunia, ia memeluk Tuhan sendiri.
(Sumber: Buku “Asal dan tujuan manusia”, Karya: Dr.Franz Dahler dan Julius
Chandra)
Gede Prama dalam bukunya, “Percaya cinta percaya
keajaiban” juga mengungkapkan bahwa ia meyakini sekali kalau cinta bisa
menghadirkan keajaiban-keajaiban. Berikut ini adalah sebagian kecil contoh
keajaiban-keajaiban yang menurutnya dihadirkan oleh cinta, yaitu:
Keajaiban pertama, cinta membuat orang jadi awet
muda dan berumur panjang. Sebagaimana pernah dikutipnya dari majalah Reader
Digest, salah satu ciri orang yang awet muda dan berumur panjang adalah
memiliki setidak-tidaknya seseorang untuk dicintai. Sebenarnya penemuan ini
sangat logis. Sebab, dengan memiliki orang yang kita cintai, meniti karier dan
nafas kehidupan lainnya bisa dilakukan tanpa rasa capek yang mengganggu. Ia
mengatakan bahwa capeknya sering kali hilang, kalau membayangkan anak-anak
lulus dari sekolah ternama di luar negeri. Atau membayangkan isteri menikmati
sekali hidup bersamanya. Atau mengetahui bahwa ibunya mensyukuri sekali pernah
melahirkan anak seperti dia.
Keajaiban cinta yang kedua, menurutnya bahwa bila
anda selalu mencari sesuatu yang baik dalam diri orang lain, anda akan
menemukan sisi terbaik dari diri anda sendiri. Ini ia alami sendiri. Sebagai
manusia biasa, ia juga pernah memenuhi hidup dengan pandangan-pandangan negatif
tentang orang lain. Atau sedikit-sedikit menghakimi orang lain. Energi negatif
tadi, mungkin tidak memakan orang yang ia benci. Tetapi ia rasakan sendiri,
bahwa energi negatif itu memakan badannya sendiri. Namun, semua ini berubah
secara radikal, sejalan dengan kemajuan untuk belajar melihat sisi positif
orang lain. Entah dari mana datangnya keajaiban, kekaguman orang lain, rasa
hormat orang lain, rasa percaya orang akan apa yang ia tulis dan bicarakan di
depan umum, datang mengalir secara sangat mudah.
Keajaiban yang ketiga, cinta sering membuat yang
tidak mungkin jadi mungkin. Sebagaimana yang menurutnya pernah dituturkan
seorang Ibu dalam buku, “Chicken soup for the couple’soul”, tubuh ibu
yang lemah tadi bisa menyelamatkan suaminya dari serangan beruang besar dan
ganas. Tadinya ia takut melawan beruang tadi. Akan tetapi, karena suaminya
adalah satu-satunya kekayaan yang paling berguna, maka dia lawan dengan penuh
kemampuan. Entah dari mana datangnya keajaiban, beruang besar tadi lari
ketakutan melihat perlawanan wanita lemah tadi.
Sekarang saya ingin mengajak anda untuk merenungkan
dua hal. Yang pertama adalah apa yang pernah ditulis oleh Emma Goldman yaitu:
“Bila cinta mengharapkan bayaran, itu bukan cinta, melainkan sebuah
transaksi.” (Sumber: buku “Percaya cinta
percaya keajaiban”, karya Gede Prama). Kemudian yang kedua adalah apa yang
diungkapkan oleh Santo Yohanes dari Salib yaitu: “Di mana tidak ada cintakasih,
tanamkanlah cintakasih di sana, maka anda akan menimbulkan cintakasih dari
dalamnya.”
Saya ingin sedikit bercerita tentang pengalaman saya
sewaktu mendaki gunung Arjuna. Waktu itu kami berangkat berenam, adapun
inisiatif pendakian itu berasal dari Pak John. Sepanjang jalan tak
henti-hentinya kami bersenda gurau, begitu seterusnya sampai acara pendakian
itu berakhir, karena Pak John selain bijak juga pandai membuat suasana jadi
menyenangkan. Hal yang sangat berkesan bagi saya bukan gunungnya atau proses
pendakian itu melainkan cintakasih seorang teman baru saya yang bernama Arifin.
Ia dengan secara sukarela mengambil inisiatif melayani kebutuhan makan dan
minum kami dengan memasakkan mi instan dan membuat susu bagi kami. Waktu itu
saya sempat ikut membantu dia. Hal yang menyentuh hati saya adalah bahwa dia
selalu makan dan minum paling akhir, dan ia tidak mengharapkan pujian dan
pengakuan. Ia mengatakan bahwa yang masak sebaiknya makan terakhir dan bagi
dirinya sendiri makan tidaklah penting, yang paling penting baginya adalah
minum, dan ia secara tidak langsung mengatakan pada saya bahwa ia melakukan
semua itu semata-mata karena cinta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar