17. PROSES
PERTUMBUHAN HIDUP ROHANI
Pada suatu hari Frater
Agung.O,Carm menyarankan agar saya membaca buku, “Puri Batin”, karya Santa
Theresia dari Avila, maka saya segera ke toko buku, kemudian membeli dan segera
membacanya. Buku “Puri Batin” menceritakan tentang tahap-tahap proses
pertumbuhan hidup rohani.
Proses pertumbuhan hidup rohani
itu dalam bahasa lain dapat dikatakan sebagai proses mengalahkan ego kita.
Dalam buku itu Santa Theresia dari Avila mengungkapkan bahwa setiap manusia
harus berjuang untuk mengalahkan egonya masing-masing agar dapat mencintai dan
bersatu dengan Allah. Dan perjalanan untuk bersatu dengan Dia diungkapkannya
mempunyai level atau tingkatan-tingkatan mulai dari yang kasar kemudian semakin
halus-semakin halus, seperti ruangan-ruangan sebuah puri, dari ruangan terluar
sampai ruangan yang terdalam. Dimana untuk masuk ke ruangan yang lebih dalam
harus melewati banyak pintu dan ruangan, yang dilukiskannya memiliki tujuh
level ruangan, sampai akhirnya bila seseorang bisa sampai di ruangan ke tujuh
ia akan benar-benar mengalami persatuan dengan Allah Tritunggal Maha Kudus.
Namun selama orang itu masih berada di dunia ini, ia pun masih bisa masuk
neraka seandainya orang itu dengan sadar dan sengaja menjauhi Allah Tritunggal
Maha Kudus, meskipun sudah menikmati buah-buah doa Batin dan tingkatan proses
pertumbuhan hidup rohaninya sudah tinggi. Yang harus diingat adalah bahwa
pondasi atau dasar untuk bertumbuh dalam hidup rohani adalah kerendahan hati
dan kasih yang besar pada sesama. Kalau syarat itu tidak terpenuhi, maka kita
tidak akan mungkin bisa bertumbuh. Singkatnya kita menjadi kerdil.
Dan yang perlu diingat adalah
bahwa doa dan perbuatan adalah satu kesatuan yang tidak boleh dipisahkan. Jadi
kita tidak boleh melulu berdoa saja tanpa berbuat kasih, sebaliknya kita tidak
boleh melulu berbuat kasih saja tanpa berdoa. Kedua-duanya harus berjalan
seiring. Untuk memperjelas hal ini, saya akan mengutipkan untuk anda nasehat
Santa Theresia dari Avila kepada para suster-susternya, di buku “Puri Batin”
berikut ini, namun sebelumnya sebaiknya anda membaca dulu perikop kitab suci di
Luk 7:36-50, dan Luk 10:38-42, kemudian baru membaca kutipan di bawah ini:
“Percayalah, Martha dan Maria
harus bersama-sama menerima Tuhan di rumah mereka dan menjaga supaya Ia selalu
ada bersama mereka, dan jangan menyambut kedatangan-Nya secara tidak sopan
dengan tidak menghidangkan makanan apa-apa pun kepada-Nya. Bagaimana mungkin
Maria yang duduk di kaki Yesus dapat menghidangkan makanan, andaikata
saudarinya tidak membantunya? Usaha kita untuk mendekatkan jiwa-jiwa kepada
Tuhan menggunakan pelbagai cara, supaya mereka diselamatkan dan senantiasa
memuji Dia. Itulah hidangan bagi Tuhan.
Mungkin kalian memberikan
jawaban kepadaku, bahwa Tuhan telah berkata bahwa Maria telah memilih bagian
yang terbaik. Tetapi ketika itu ia sudah
menjalankan tugasnya sebagai Martha dan membelai Tuhan dengan mencuci kakinya
serta mengeringkannya dengan rambutnya. Apakah menurut pendapatmu bagi seorang
nyonya besar seperti dia bukan sesuatu yang hina berjalan melalui jalan-jalan,
bahkan mungkin sendirian, karena hatinya begitu berkobar-kobar sehingga ia
tidak menyadari perbuatannya? Apakah tidak mungkin bahwa kemudian ia masuk
suatu tempat yang belum pernah dimasukinya dan kemudian menanggung cemoohan dari
kaum Farisi, atau banyak hal-hal lain lagi? Wanita seperti dia memberi
kesaksian tentang perubahan yang demikian di dalam kota! Dan, seperti kita
ketahui, di depan mata orang-orang yang begitu jahat! Cukuplah bagi mereka
melihat persahabatannya dengan Tuhan untuk membuat mereka membencinya,
mengungkit-ungkit kembali masa lampaunya dan sekarang berpura-pura suci. Sebab
sudah jelas, Maria segera mengubah pakaian dan lain-lainnya.
Sekarang pun masih begitu,
bahkan terhadap orang-orang yang kurang terkenal. Apa lagi zaman dulu itu?
Percayalah, para susterku, bagian yang terbaik itu baru dapat diperoleh sesudah
banyak percobaan dan penyangkalan. Melihat Sang Guru dibenci saja, bagi dia
sudah tidak tertahankan. Betapa hebat gerangan penderitaannya menyaksikan Tuhan
wafat? Pada hemat saya, walaupun ia tidak mati sebagai martir, namun melihat
Tuhan wafat bagi dia sudah merupakan suatu kemartiran. Dan bertahun-tahun hidup
tanpa Dia, pastilah menjadi siksaan yang ngeri baginya. Jadi, kalian mengerti,
bahwa ia tidak terus-menerus berada di ruang perjamuan kontemplasi, di kaki
Tuhan.
Sekali lagi kuulangi, tidak
cukup bahwa pondasi itu hanya terdiri dari doa dan kontemplasi. Tanpa melakukan
kebajikan dan tidak berusaha melaksanakannya, kalian akan tetap kerdil.
Bagaimana kalian menginginkan supaya Tuhan sudah puas dengan kata-kata saja
sedangkan Ia sendiri membuktikan cinta-Nya melalui begitu banyak perbuatan dan
penderitaan yang ngeri?”
Seiring proses perjalanan waktu
saya juga menjumpai buku “Malam gelap”, karya Santo Yohanes dari Salib. Buku
itu juga melukiskan tentang proses pertumbuhan hidup rohani. Dimana dalam buku
itu dilukiskan bahwa kita seperti seorang bayi yang diberi minum susu dan
makanan yang lembut-lembut, nikmat dan kaya gizi. Namun kemudian akan tiba waktunya
dimana Ibu kita menyapih kita, dimana kita tidak lagi menikmati susu asi dan
kita mulai dilatih menyantap makanan yang keras-keras. Itulah yang disebut
malam gelap. Melalui malam itu kita dibersihkan, disucikan dan dimurnikan.
Malam itu berupa kesulitan-kesulitan dan penderitaan-penderitaan. Bila harus
saya ulangi dengan lebih jelas adalah apabila kita mulai melangkah ke jalan
rohani pertama-tama kita oleh Tuhan akan diberi kemudahan-kemudahan dan
kenikmatan-kenikmatan rohani, kemudian semua itu akan dihentikan sehingga kita
tidak menjumpai kenikmatan-kenikmatan rohani lagi melainkan justru,
kesulitan-kesulitan dan penderitaan-penderitaan rohani yang hebat. Sehingga
seolah-olah kita berjalan mundur dan Tuhan meninggalkan kita. Namun apabila
kita tetap setia pada Tuhan, kemudian kita akan mengalami kebahagiaan yang
luhur, yang hanya dapat dicapai berkat persatuan cinta mesra dengan Tuhan.
Segala cacat cela kita yang sangat memalukan dahulu seperti kesombongan,
kekikiran rohani, kemesuman, kemarahan, kerakusan rohani, rasa iri hati dan
kemalasan rohani pada akhirnya nanti akan diubah menjadi positip, misalnya iri
hati untuk mengasihi orang lain secara murni positip. Setelah melewati malam
gelap indrawi kita akan masuk ke dalam malam kedua yaitu malam roh, tentu saja
apabila Tuhan menghendakinya. Dimana kita akan semakin disempurnakan.
Dari semua itu saya mengambil
kesimpulan bahwa semakin berat penderitaan seseorang itu berarti bahwa ia
dianggap kuat untuk menanggungnya. Kuat di sini bukan dalam arti sehat tetapi
dalam arti setia. Karena kesetiaannya itu ia oleh Tuhan dianugerahi penderitaan
yang begitu hebat. Yang disebut malam gelap dan malam roh, agar kemudian
setelah itu ia akan mencapai puncak persatuan cinta mesra dengan Allah, yang
begitu membahagiakan dan luhur.
Pengalaman Santo Yohanes dari
Salib ketika mengalami malam gelap, dituangkannya dalam sebuah puisi yang
dikenal dengan sebutan “Madah rohani”, yaitu sebagai berikut:
Madah rohani
Di mana Kau sembunyi,
Kekasih? Aku tertinggal
merintih!
Kau lari sebagai rusa
Dan hatiku terluka:
Kukejar, kupanggil Kau
yang hilang.
Gembala, jika kamu
Mendaki bukit, lewati
kandang ternak
Kebetulan Kau lihat
Kekasihku, katakan:
Aku sengsara, merana,
mau mati.
Mencari Kekasihku
Aku naik gunung,
menyusuri pantai;
Bunga tidak kupetik
Hewan tak kugetari,
Puri dan batas negeri
kuterjang.
Oh hutan dan belukar,
Yang ditanam Kekasihku,
Oh padang subur hijau,
Berwarna ragam bunga,
Katakanlah: Lewat
sinikah Dia?
Menyebar keelokan,
Cepat dilewati-Nya
padang ini,
Seraya menatapnya,
Dan hanya karena itu
Ditinggalkan-Nya
berhias keelokan
Siapakah menyembuhkan?
Sudilah kini
menyerahkan Diri.
Jangan utus lagi
Bentara-Mu belaka,
Yang tak mampu penuhi
harapanku.
Semua yang hidup bebas
Menjunjung cinta-Mu
seribu kali.
Aku semakin terluka,
Hingga aku mau mati
Ku tak tahu apa yang
digagapkannya
Ah hidup, bagaimana
Kau dapat menanggung
yang bukan hidup.
Panah membawa maut
Kau buat dari api,
Yang dinyalakan cinta
Kekasih-Mu.
Hatiku Kau lukai dulu.
Mengapa tidak Kau
sembuhkan pula?
Mengapa Kau rampasnya?
Namun toh Kau biarkan,
Tak mau Kau miliki,
meski Kau curi?
Padamkanlah nafsuku,
Hanya Engkau dapat
memuaskannya.
Aku rindu melihat,
Cahaya sinar mata,
Yang kusimpan, hendak
melihat Dikau.
Nyatakan hadirat-Mu.
Semoga aku mati
memandang-Mu.
Ingatlah bahwa cinta
Tak habis bersengsara,
Selain bila Engkau
hadir memandang.
(Sumber: buku “Santo
Yohanes dari Salib, yang disusun oleh H.Pidyarto.O,Carm.)
Perkembangan hidup rohani
menurut Para Kudus termasuk Santa Theresia dari Avila dan Santo Yohanes dari
Salib, secara garis besar dibagi menjadi tiga tahap, yaitu:
1.
Tahap permulaan atau jalan pembersihan.
2.
Tahap kemajuan atau jalan penerangan, dalam keadaan ini
berlangsunglah apa yang disebut pertunangan rohani.
3.
Tahap kesempurnaan atau jalan persatuan, di sini
pernikahan rohani dilangsungkan.
Perlu diperhatikan, bahwa
pembagian hidup rohani menjadi beberapa tahap atau jalan selalu bersifat
artifisial, dibuat-buat. Hidup manusia tidak mudah dibagi dengan tepat.
Demikian juga hidup rohaninya tidak dapat dibagi dengan terlalu ketat. Sebabnya
tak lain ialah karena hidup itu suatu proses. Tentu ada gejala yang
membuktikan, bahwa seseorang masih baru mengangkat kaki di jalan hidup ini;
atau bahwa dia sudah maju dan memperoleh suatu kestabilan. Tetapi dari pihak
lain jelas juga, bahwa dalam semua tahap terdapat gejala yang mudah digolongkan
pada tahap tertentu, bila dinilai menurut pembagian artifisial itu tadi.
(Sumber: Buku “Cinta membimbing”, yang disusun oleh Komisi spiritualitas
Karmel)
Sebagai penutup Bab I ini, saya
ingin mempersembahkan untuk anda, rangkaian kata berikut ini:
Penyerahan
(Santa Theresia
dari Avila)
Aku milik-Mu, untuk
Dikau aku dilahirkan.
Apa yang Kau kehendaki,
agar terjadi dengan aku?
Aku milik-Mu, sebab
Engkau menciptakan aku.
Aku milik-Mu, sebab
Engkau menebus aku.
Aku milik-Mu, sebab
Engkau menanggung aku.
Aku milik-Mu, sebab
Engkau memanggil aku.
Aku milik-Mu, sebab
Engkau menunggu aku.
Aku milik-Mu, sebab
Engkau tidak membiarkan aku binasa.
Apa yang Kau kehendaki,
agar terjadi dengan aku?
Aku mohon:
Jika Engkau menghendaki
agar aku bersukacita, berilah aku sukacita.
Jika Engkau menghendaki
agar aku menderita, aku rela mati menanggung rasa kesakitan.
Katakan di mana,
bagaimana dan bilamana.
Katakan itu kepadaku,
hai Cintaku, katakanlah!
Apa yang Kau kehendaki,
agar terjadi dengan aku?
Ya Tuhan apa yang masih
dapat dirasa berat, bila engkau besertaku?
Apa yang tidak berani
kami usahakan bagi-Mu, bila Engkau bersatu mesra dengan kami?
Bersama Santo Agustinus
aku mohon kepada-Mu:
“Semoga aku mengerjakan
apa yang Kau tugaskan kepadaku, dan tugaskanlah kepadaku, apa yang Kau
kehendaki.”
Bila dibantu oleh
pertolongan dan rahmat-Mu aku tidak akan berpaling dari pada-Mu.
Mulai saat ini aku
ingin melupakan diriku dan hanya memperhatikan kehendak-Mu, bagaimana aku dapat
mengabdi-Mu.
Aku ingin melaksanakan
kehendak-Mu agar kehendak-Mu menjadi kehendakku.
Keinginan hatiku tidak
amat kuat, tetapi Engkau berkuasa, Ya Allahku!
Berbahagialah hati,
yang penuh cinta hanya memikirkan Allah.
Berbahagialah hati,
yang menyangkal makhluk ciptaan demi Tuhan dan mencari kehormatan dan
kenikmatannya dalam Tuhan.
Berbahagialah hati,
yang sudah tidak bersusah lagi mengenai dirinya, karena seluruh kerinduannya
terarah kepada Allah.
Berbahagialah dia,
karena dengan tenang dan gembira ia bertahan di tengah-tengah ombak laut, yang
bergolak karena angin ribut.
Ya Yesus, siapa dapat
melukiskan keuntungan yang kita peroleh, bila menyerahkan diri ke dalam
tangan-Mu dan saling berjanji: aku hanya memandang Kekasihku dan Kekasihku
hanya memandang aku.
Beliau bergiat untuk
kepentinganku dan aku bergiat untuk kepentingan-Nya!
Semoga hanya ini
yang kau rindukan: melihat Allah.
Semoga hanya ini
yang kau takuti: kehilangan Allah.
Semoga hanya ini
menyusahkan hatimu: belum menikmati Allah.
Semoga hanya ini
menggembirakan hatimu: Beliau dapat membimbing engkau ke dalam hadirat-Nya, dan
di situ engkau akan hidup penuh damai.
(Sumber: buku “Santa
Theresia dari Avila, Hidup dan Karya”, yang diterbitkan oleh Dioma).
Tuhan memberkati
BalasHapusDi Mana beli buku Puri batin Bahasa Indonesia? Di shopee tdk ada 🤭
BalasHapus