BerJalan dengan mata terpejam.

BERJALAN DENGAN MATA TERTUTUP

            Pagi harinya, aku mengecat wajah dan pakaianku dengan warna merah dan biru, supaya aku menjadi Arema pikirku. Pada saat itu aku merasa dipanggil Arema ke Stadion Gajayana, karena Arema ingin tahu siapa juru selamat alam semesta yang baru. Aku berpikir bahwa aku seperti sebuah titik dalam radar layar komputer, yang bisa dilacak kemanapun aku pergi. Maka aku menstop mobil mikrolet untuk pergi ke stadion, tetapi tidak ada mikrolet yang mau berhenti, mungkin mereka sudah tahu kalau aku gila dari cat merah dan biru diwajah dan pakaianku.

            Karena tidak ada mikrolet yang berhenti, maka aku ke stadion dengan berjalan kaki. Ketika itu otoritas lain yang menguasaiku berkata: “Yang Mulia, anda jangan kuatir, walaupun anda berjalan kaki dengan mata tertutup pun anda pasti akan sampai di stadion, dan di sana mereka sedang menunggu anda, dan akan menyambut kedatangan anda dengan tepuk tangan dan sorak sorai”. Maka aku pun berjalan dengan mata terpejam, untung aku tidak ditabrak mobil atau sepeda motor.

            Tetapi aku tidak sampai-sampai stadion, melainkan terus berjalan. Ketika itulah otoritas lain dalam diriku berkata: “Yang Mulia, anda sebaiknya berhenti di depan toko ini karena disini adalah dermawan anda untuk proyek Negara Republik Indonesia Federal”, maka akupun segera berhenti agak lama. Setelah itu otoritas lain dalam diriku itu menyuruhku berjalan lagi, lalu akupun segera berjalan. Setelah itu otoritas lain itu menyuruhku untuk masuk halaman sebuah rumah makan, maka akupun segera masuk ke halaman rumah makan itu. Kemudian aku disuruh berjalan mundur, maka aku menurutinya. Ketika berjalan mundur itu, aku menabrak sepeda motor yang sedang diparkir, dan orang-orang mengira bahwa aku mau mencurinya. Maka aku segera dipegang oleh orang banyak lalu aku ditendangi oleh Kamra, kemudian aku terjatuh dan dikerumuni serta ditanyai oleh orang banyak. Ketika itu ada pegawai tata usaha kampusku yang melihatku, dan beliau mengenalku, maka aku ditanyai: “Kamu kenal saya?”, kemudian aku menjawab: “Ya”, maka oleh beliau aku dinaikkan becak dan dibawa ke kampusku.

            Sesampai di kampus oleh bapak Rektor aku disuruh cuci muka, lalu didudukkan di kursi. Setelah itu aku diberi makan, ketika aku sedang makan Romo Steven dan Frater Agung datang, lalu aku dibawa ke psikiater dr.Limas Soetanto.SPKJ, kemudian aku dibelikan obat di apotik, lalu dibawa kembali ke kampusku. Kemudian oleh pak Rektor aku di koskan di salah satu rumah yang disewa kampus.

            Kira-kira dua minggu kemudian aku sudah agak sehat, tetapi masih pusing sekali, lalu aku memutuskan untuk pulang ke Lampung. Karena aku tidak punya uang maka aku minta bantuan pada Romo Bernard, dan oleh beliau aku di beri uang transport sebesar RP.100.000, aku mengucapkan banyak terimakasih, lalu selang beberapa hari kemudian aku pulang ke Lampung, naik bis.

Sesampai di rumahku di Lampung, kebetulan, adikku laki-laki yang merantau ke Jakarta juga sedang pulang. Tiga hari kemudian, aku diajak adikku ke Jakarta.