Minggu, 25 Desember 2011

Di ruang Mangga.


DI RUANG MANGGA

            Di ruangan inilah aku untuk pertama kalinya dirawat di rumah sakit jiwa. Aku dirawat di sini mulai bulan Februari 2001 sampai dengan bulan Juli 2001, jadi kurang lebih selama lima bulan. Banyak suka dan duka yang ku alami selama di RSJ. Hampir tiap hari aku sedih dan gembira. Aku sedih melihat keadaanku, dan disisi lain aku gembira karena dapat melihat hal-hal aneh dan lucu yang dilakukan teman-temanku, termasuk mengenang kegilaan-kegilaanku sendiri.
            Aku dibawa ke RSJ pada malam hari. Ketika masuk ruang ini aku bertanya pada orang-orang di sekitarku: “Ini di mana?”, tapi mereka tidak menjawab. Lalu di situ ada seorang pria yang baru ku ketahui kemudian adalah seorang pasien, pada orang itu aku bertanya: “Pak ini di mana?”, dia menjawab: “Ini Mekah!, lihat dinding-dindingnya bagus”, katanya.
            Waktu pagi aku bangun tidur, aku lihat sarung bantalku bertuliskan RSJP, lalu aku mengartikan itu sebagai: “Rumah Sakit Jiwa Presiden”. Jadi aku senang karena aku akan jadi Presiden Republik Indonesia Federal, dan jiwaku sedang dibenahi. Tapi aku heran yang di sini kok ada banyak orang, maka aku berpikir berarti calon Presidennya banyak, ternyata ada persaingan, pikirku. Baru ku ketahui kemudian RSJP adalah singkatan dari Rumah Sakit Jiwa Pusat.
            Di RSJ punya kebiasaan bahwa pasien baru rambutnya harus dipotong pendek ala tentara, maka rambutku pun dicukur. Sewaktu duduk di kursi cukur ada pasien yang berjalan di depanku sambil menunduk sopan “Selamat pagi Pak Pres!”, katanya, maka aku pun bertambah yakin bahwa aku ini benar-benar Presiden yang terpilih.
            Selama di RSJ ada pasien, sebut saja H selalu mengolok-olok aku: “Kamu Kristen, orang Kristen pasti masuk neraka jahanam!”, ia terus menyakiti hatiku dengan olokan-olokannya, selama berbulan-bulan, maka pada suatu hari aku marah dan ia aku pukuli. Setelah keluar dari RSJ, aku diberitahu kenalanku bahwa H ini sangat putus asa dan akhirnya bunuh diri dengan cara menggantung diri.
            Pada suatu hari ada seorang pasien yang sedang onani, kemudian aku tanya: “Enak?, Enak ya?”, ia hanya diam memandangku sambil terus onani. Malam harinya ketika aku sedang tidur, mataku dihantam olehnya, hingga sakit sekali sampai berhari-hari.
            Ada pasien, sebut saja A, membentur-mbenturkan kepalanya ke pilar depan ruang Mangga, lalu aku berkata: “Lagi-lagi!”, maka iapun terus membentur-mbenturkan kepalanya, kemudian ia berkata: “Terus-terus, coba sekarang kamu!”, maka akupun pura-pura membentur-mbenturkan kepalaku ke pilar supaya ia senang, rupanya ia tahu bahwa aku hanya berpura-pura, dan ia tidak puas. Kemudian dipegangnya kepalaku lalu akan dibenturkannya ke pilar itu, maka sebelum itu terjadi, ia ku hantam. Ketika itu ia melawan dan terjadi perkelahian dan akulah yang kalah. Aku terkena banyak pukulan, badanku terasa sakit semua, lalu aku segera melarikan diri.
            Di RSJ punya disiplin bangun pagi sekitar jam 05.00, lalu kami disuruh mandi, yang lainnya nyapu dan ngepel. Ketika itu aku bangun tidur dan langsung mandi, tidak nyapu dan ngepel, kemudian aku dimarahi oleh salah seorang Mantri: “Mengapa kamu tidak bantu nyapu dan ngepel?”, aku menjawab: “Kalau aku nyapu atau ngepel, kan yang lain jadi nganggur, jadi sama saja kan? Pasti ada yang nganggur”. Mendengar kata-kataku itu pak Mantri itu marah, kemudian memukul dadaku, dengan kesal .
            Aku pernah membuka catatan laporan diagnosaku sendiri di lemari kantor, tujuannya untuk mengetahui tentang data penyakitku, tapi aku ketahuan oleh pak Mantri kepala ruang dan aku dimarahi.
            Di ruang ini aku pernah terkena penyakit kulit scabies, yaitu penyakit kulit berupa benjolan-benjolan merah dan rasanya gatal sekali, tapi kalau digaruk menjadi lecet-lecet.
            Pada suatu hari ketika aku sedang menonton televisi, ada seorang pasien yang mendempel-ndempel tempatku duduk, maka ia aku suruh cari tempat duduk lain, tapi ia marah lalu berkata: “Ini pakaian yang kamu berikan, saya kembalikan!”, sambil melepas baju seragam RSJ dan melemparkannya padaku, setelah itu ia pergi, selang beberapa saat kemudian ia datang kembali dan tiba-tiba menghantam kepalaku.
            Di ruang ini waktu itu ada pasien yang suka menghantam angin, sambil bilang: “Des….., des….”. Lalu ada pasien lain yang punya kebiasaan melakukan gerakan pencak silat sambil menghantam dan menendang tembok. Ada juga pasien yang melucu dengan bergulung-gulung di rerumputan.
            Suatu hari ada seorang pasien baru, yang berbicara terus dengan keras tanpa henti, tiba-tiba salah seorang Mantri menghampirinya dan memukulinya hingga wajahnya lebam dan hidungnya mengeluarkan banyak darah. Setelah dipukuli pasien itu diam dan bersikap sopan. Rupanya pukulan-pukulan itu telah membuatnya sadar atau paling tidak ia menjadi takut atau jera, sehingga tidak mengulangi perbuatannya itu lagi.
           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar