BRUDER GERVASIUS.

BRUDER GERVASIUS

            Kampung kami adalah sebuah proyek transmigrasi seorang biarawan bernama Romo Borst, yang berasal dari negeri Belanda. Beliau membeli sejumlah tanah yang luas dari pemerintah, kemudian memberikannya pada banyak orang yang ingin tinggal di tanah itu dan aktenya bisa dicicil. Pada waktu itu satu hektar tanah seharga Rp:400,00.

Lalu datanglah Bruder Gervasius, yang bertugas di kampung kami. Beliau  menghimpun dana dari negri Belanda yang disalurkan ke kampung kami. Lalu uang itu digunakan untuk membangun gereja, ruang pertemuan umat dan lonceng gereja yang tiap jam 06.00, 12.00 dan 18.00 di bunyikan, yang bergaung sampai +- radius 3 kilometer.

            Beliau juga memberi pelajaran sekolah minggu pada kami murid-murid SD. Pada akhir tiap semester  beliau memberi ujian pada kami berupa ujian tertulis dan menggambar. Pada waktu itulah aku sering mendapat juara satu sehingga hal itu sangat membanggakan keluargaku, tak henti-hentinya mereka memuji aku. Bila aku lihat secara garis besar, hidupku seakan-akan terbalik. Pada waktu aku kecil aku sering mendapat rangking dan juara, berkelimpahan dengan pujian tetapi ketika aku dewasa, kini hidupku justru penuh kekecewaan dan ejekkan.

            Kembali kecerita, setiap kali menerima hadiah, entah kenapa aku merasa tidak pantas. Seolah-olah ada orang lain yang lebih pantas menerima hadiah itu dan itu bukan aku.

            Setiap tanggal satu tahun baru, Bruder Gervasius mengadakan lomba bagi anak-anak sekolah minggu, di lapangan sepak bola kampung kami. Lomba itu antara lain adalah tarik tambang, menghancurkan istana, loncat tinggi, lari karung, memasukkan jarum, makan krupuk dan lain-lain. Tiap-tiap kali lomba, aku dipilih menjadi ketua salah satu kelompok. Biasanya satu kelas dibagi menjadi dua kelompok. Dan ketua kelompok bebas memilih anggota-anggotanya secara bergantian dengan ketua kelompok lain. Tapi anehnya sepanjang lomba SD itu, kelompokku selalu kalah. Mungkin aku kurang jeli dalam memilih anggota. Oya setiap kali memilih anggota, ingin sekali aku memilih Silvia menjadi salah satu anggota kelompokku, tetapi tidak pernah kesampaian karena aku sangat takut menyebut namanya, itu terjadi karena aku sangat mencintainya.

            Pada suatu hari, Bruder Gervasius memajang boneka yang sangat besar dan cantik. Beliau mengatakan bahwa barang siapa berhasil menebak nama boneka itu, boneka itu boleh menjadi miliknya. Tanpa aku duga sebelumnya, yang berhasil menebak nama boneka itu adalah adik perempuanku. Ia menamakan boneka itu dengan nama teman sepermainannya. Maka senanglah hati adikku itu, dan kami keluarganya pun ikut senang.

            Kembali ke Bruder Gervasius, beliaulah yang sering membantu keluarga kami, hingga aku dan kakak bisa tamat SD dan SMP. Beliau sering mengunjungi rumah kami dan sangat akrab dengan kedua orang tuaku. Trimakasih banyak Bruder.