CARI BIJI DURIAN

CARI BIJI DURIAN

            Perusahaan pembibitan tanaman tempat aku bekerja membutuhkan banyak biji durian untuk dijadikan batang bawah, sedangkan batang atasnya diambilkan dari pohon durian berkualitas tinggi dengan cara ditempel. Pada saat itu aku menawarkan diri untuk mencarikan biji durian untuk perusahaan, yang kemudian oleh perusahaan aku diimbali uang, dihitung perbiji durian.

            Setiap mendapat biji durian, biji durian itu aku semai dihalaman rumah sampai berkecambah kemudian baru aku jual pada perusahaan. Biasanya bila biji itu busuk, rusak atau kecambahnya kurang besar akan ditolak.

            Setiap pagi kira-kira jam 04.30 aku pergi ke Kotabumi mencari biji Durian di pasar, di jalanan dan di kotak-kotak sampah, yang aku taruh di sebuah kantong. Biasanya aku ditemani adik laki-lakiku. Ketika itu ada kejadian yang menarik hatiku, yaitu ada seorang laki-laki Tionghoa yang sedang lari pagi, ikut membantuku, padahal biasanya orang-orang yang aku temui mengejekku dengan mengatakan: “Direbus-direbus” dan lain sebagainya. Selain mencari biji durian dengan tangan kami sendiri, kami juga menyuruh Pasukan kuning untuk mengumpulkannya yang kemudian kami beli.

            Karena senang pada uang begitu besar yang kami hasilkan, kami memutuskan mencari biji durian di kota Palembang yaitu sebuah kota yang terkenal sebagai gudangnya buah durian. Begitu diputuskan kamipun berangkat bersama ayah.

            Pada waktu tiba di stasiun Kertopati, hari sudah malam, lalu kami menginap di halaman kantor PJKA. Tetapi malang nasib kami, karena ada seorang pria nakal yang meminta uang pada kami.

            Pagi harinya kami berangkat ke pasar-pasar kota Palembang dan kami melewati jembatan Ampera, yaitu sebuah jembatan yang dulu hanya ada dalam mimpi kami. Sesampai di pasar durian, kami segera membuka kantong dan memunguti biji-biji durian yang berserakkan di lantai. Sebenarnya terus terang batinku tersiksa karena aku merasa bahwa itu adalah pekerjaan sangat rendah. Hal mengejutkan terjadi, kami hanya mendapat sedikit, karena tanpa kami duga sebelumnya, ternyata orang-orang Palembang memanfaatkan biji-biji itu juga. Mereka mengumpulkannya untuk membuat krupuk. Namun aku tidak kurang akal, aku segera mengambil inisiatif untuk membeli biji-biji durian yang sudah mereka kumpulkan. Waktu itu kami membeli 4 kantong lalu kami kembali ke stasiun dan pada malam harinya kami pulang dengan naik kereta barang. Kami menempati bagian sambungan antara dua gerbong kereta api. Ayah kami kuatir kami terjatuh maka beliau membuat ide agar kami saling berpegangan erat dan berteriak secara bergantian, untuk mengingatkan kami supaya tidak tertidur. Entah mengapa sejujurnya pada waktu itu aku merasa putus asa dan batinku menderita. Ingin rasanya aku menjatuhkan diri ke bawah hingga dilindas oleh roda-roda kereta api dan mengucapkan selamat tinggal pada ayah dan adikku.

            Puji Tuhan akhirnya aku sampai di rumah. Meskipun aku mendapat uang lumayan besar tetapi entah kenapa hal itu tidak membuat aku merasa damai dan bahagia, jiwaku tetap gersang, minder dan bingung.