Stres berat kedeLapan.

STRES BERAT YANG KEDELAPAN

            Setelah selama 6 bulan dirawat di RSJ, aku kembali bekerja di rumah retret. Selama di rumah retret ini aku bekerja seperti biasa, dan aku meminum obat dengan rajin.

Pada suatu hari aku merasa bahwa aku mulai kumat maka seperti saran dokter, aku meningkatkan dosis obat promagtilku dari satu buah pil menjadi dua buah. Tetapi tiba-tiba otoritas lain yang menguasaiku memerintahkan agar aku meminum pil promagtil itu sebanyak 9 butir sekaligus, dan aku turuti karena aku merasa yakin kepadanya, sebab dia bilang apabila aku meminum obat itu sebanyak 9 butir sekaligus maka aku akan sembuh. Setelah itu aku muntah-muntah dan mulutku terasa pedas sekali. Pagi harinya mataku tidak bisa dibuka dan aku tertidur selama beberapa hari berturut-turut.

Kemudian aku kembali sehat lagi dan menjalani rutinitas seperti biasa. Tetapi beberapa bulan kemudian penyakitku kambuh lagi. Yang terjadi waktu itu adalah aku memutuskan tidak meminum obat dan mengandalkan Tuhan 100%, aku begitu yakin bahwa Tuhan akan memberiku mukjijat kesembuhan.

            Selama tidak minum obat itu, aku sibuk membuat cerita berjudul Satria Piningit dan Menuju Galaksi Andromeda, sampai pada suatu hari aku mendapati diriku sangat yakin bahwa aku adalah Satria Piningit dan Presiden Republik Indonesia Federal yang sebenarnya. Waktu itu aku benar-benar masuk menjadi tokoh ceritaku, dan aku amat yakin bahwa apa yang aku tulis dan pikirkan adalah sungguh-sungguh benar. Pada waktu itu aku tidak bisa lagi membedakan antara kenyataan dan kahyalan.

            Waktu sedang menulis dengan komputer, tiba-tiba aku merasa sedang mengendarai pesawat ruang angkasa, di atas udara Indonesia. Dan berkomunikasi dengan seluruh rakyat Indonseia melalui Internet di layar pesawatku, pada waktu itu aku menggunakan microsoft word. Kemudian aku teringat bahwa pemberi komputer itu adalah pak Handoko, karena beliau suka minum-minuman keras maka aku merasa yakin bahwa tubuh beliau kekurangan air putih, maka komputer pemberiannya itu aku siram dengan air, sehingga terjadi konsleting dan menjadi rusak parah, dan tidak bisa dipakai lagi.

            Kemudian karena pak Handoko pekerjaannya adalah membuat meja Komputer, dan bila membuat meja perlu pengencer lem, maka pengencer lem pemberian beliau aku minum, dengan keyakinan bahwa itu adalah piala Allah Bapa. Setelah itu tubuhku berkeringat deras. Tiba-tiba aku mendengar suara pak Hardiman yang pernah kuliah di Jerman, mengatakan: “Win tunjukkanlah jati diri Arema Jerman yang sejati, dan tembuslah segala penghalang yang menghadang”. Setelah mendengar suara itu, kemudian aku segera bangkit berdiri dan meninju kaca pintu kamarku dan kaca jendela hingga pecah, sehingga tanganku berlumuran darah.