Stres berat yang ketiga.

STRES BERAT YANG KETIGA

Gunung grafik atau ledakkan puncak stres yang ketiga terjadi ketika aku bekerja di toko pakaian. Aku stress karena aku merasa hidupku gagal. Aku punya impian yang serba muluk-muluk seperti punya jabatan manajer, bergaji jutaan dan punya pacar yang sangat cantik padahal kenyataannya aku nol besar, bahkan aku selalu di tolak cewek idamanku.

            Dalam keadaan stres aku pernah berkata pada teman kerjaku: “Maukah Engkau menjadi istriku!”, lalu ia menjawab: “Mau dikasih makan apa?”. Waktu itu aku merasa bahwa diriku adalah Superman, jadi aku merasa semua cewek menyukaiku, dan aku tinggal memilih satu di antara mereka.

            Kemudian aku pergi ke Susteran Maria Regina. Aku berpikir bahwa aku akan disambut dengan sambutan meriah berupa tepuk tangan dan sorak sorai. Sesampai di sana pada kenyataannya sepi, kemudian oleh Bruder aku dibawa pulang. Malam harinya aku tak bisa tidur. Pada waktu itu kakekku Tukijan menemani aku sepanjang malam hingga pagi tiba, dan kemudian pada siang hari aku memecah kaca jendela depan rumah kami dengan kepalan tangan kananku.  Tujuanku adalah membuka penghalang rejeki keluargaku yang dipasang oleh iblis.

            Kemudian aku pergi ke rumah kakek dan nenekku, di sana aku menciumi kaki mereka dan setiap orang yang datang berkunjung.

            Setelah itu aku pulang ke rumah dengan ditemani pamanku Suwandi. Sesampai di rumah aku ingin bisa terbang seperti Superman, maka aku berkata pada Tuhan: “Tuhan jadikan aku menjadi Superman, taruhannya diriku sirna”, maka aku diam dan menunggu jawaban Tuhan. Lalu adikku laki-laki berteriak: “Asyik, Mas akan jadi Superman!”, sambil melonjak kegirangan. Kemudian aku berpikir bagaiman caranya membuat mesin waktu.

            Beberapa hari kemudian Engkoh dan Encik Ayin datang dan membawaku ke seorang Psikiater. Pada waktu itu aku naik mobil cevrolet mereka dan duduk di depan tetapi dalam pikiran dan perasaanku aku sedang naik helikopter. Setelah sampai, Psikiater itu menanyakan padaku tentang apa yang aku pikirkan lalu aku menjawab bahwa aku sedang memikirkan sebuah film yang berjudul: “The Prince of Montecristo”. Setelah itu Engkoh dan Encik Ayin membelikan aku obat di apotik.

Beberapa hari kemudian dalam keadaan masih stres berat aku merantau ke Malang, Jawa Timur, menyusul kakakku. Kebetulan pada waktu itu Pak Morjas dan Pak Mursiman dan Bu Mursiman mau ke Probolinggo, Jawa Timur untuk menghadiri kaul putrinya yang menjadi biara wati, maka aku berangkat bersama mereka. Aku masih ingat persis waktu itu adalah tahun 1996.