TEGA.

TEGA

            Pada suatu hari aku memancing ikan. Sebelum memancing, aku dan adikku laki-laki mencari kayu bakar, agar ibu kami tidak marah. Jadi bila pulang kami membawa ikan dan sebongkok kayu bakar. Pada saat itu kami memancing di rawa milik tetangga dan melewati jalan pintas. Begitu asyiknya memancing sampai kami kemalaman. Karena sebongkok kayu bakar yang aku angkat di kepalaku terlalu berat maka aku tidak konsentrasi melihat jalan yang baru satu kali kami lewati itu, maka adikku aku suruh berjalan di depan  untuk menunjukkan jalan. Tetapi ternyata ia pun tidak tahu jalan. Ia justru membuatku tersasar-sasar. Konon kata orang ditempat itu ada harimau putihnya. Hal itu membuat aku merasa sangat takut dan ketakutan itu bercampur emosi pada adikku. Entah bagaimana, karena sangat marahnya, aku berniat menjatuhi adikku dengan sebongkok kayu yang aku pikul di kepalaku itu. Hal itu benar-benar aku laksanakan tetapi untunglah adikku menghindar sehingga tidak kejatuhan. Tetapi akhirnya aku menyesal, mengapa aku bisa setega, sekejam dan sejahat itu pada adik kandungku sendiri.

            Kemudian bongkokkan kayu itu aku kurangi beberapa potong sehingga menjadi lebih ringan dan kami segera melanjutkan perjalanan, sampai akhirnya kami tiba di rumah dengan selamat. Tetapi malam harinya adikku itu menggiggau dan berteriak-teriak kepalanya sakit. Mungkin alam bawah sadarnya tahu bahwa tadi selama dalam perjalanan aku bermaksud menjatuhi dia dengan kayu. Sampai hari ini bila aku mengenang kejadian ini aku menyesal dan mengutuk diriku. Dan setiap mengingat bahwa adikku itu tidak pernah benar-benar kejatuhan kayu, aku sangat bersyukur.