Senin, 23 September 2013

Menyadari Bahwa Tuhan Hadir DaLam Diri Sesama.



 MENYADARI BAHWA TUHAN HADIR DALAM DIRI SESAMA

Dari pengalaman pribadi, kesaksian pembimbing rohani, kesaksian orang-orang kudus dan kitab suci, kita tahu bahwa kita tidak perlu jauh-jauh untuk mencari Allah, karena Allah ada di dalam diri kita sendiri, misalnya:
Ketika berbicara dengan Allah dalam “Soliloquia”, Santo Agustinus berkata: “Aku tidak menemukan Dikau diluar aku, sebab Engkau tinggal di dalam aku. Aku salah mencari Engkau di luar aku, ya Tuhan, karena Engkau tinggal didalam aku.”
Dalam madah rohaninya, Santo Yohanes dari Salib mengungkapkan bahwa Tuhan ada di dalam diri kita secara tersembunyi, dan kita harus berjuang untuk menemukannya. Apabila kita sudah menemukannya kita akan sesembunyi seperti Dia. (Sumber: Buku “Cinta membimbing”, yang disusun oleh Komisi Spiritualitas Karmel)
Di 2 Kor 6:16, ditulis: “Kita adalah bait dari Allah yang hidup.”
Karena Tuhan ada di dalam diri kita, maka dengan demikian Tuhan pun hadir dalam diri sesama kita.
            Frater Agung.O,Carm pernah berkata pada saya ”Aku mengasihimu karena Tuhan juga mengasihimu dan aku mengasihimu karena Tuhan hadir di dalam dirimu.”
            Kitab suci mengungkapkan secara jelas tentang Tuhan hadir dalam diri sesama ini yaitu: dalam perikop tentang penghakiman terakhir (Mat 25:31-46) dan perikop tentang “Pendusta”  (1 Yoh 4:20-21) berikut ini:

Penghakiman terakhir

            “Apabila Anak manusia datang dalam kemuliaan-Nya dan semua malaikat bersama-sama dengan Dia, maka Ia akan bersemayam di atas takhta kemuliaan-Nya. Lalu semua bangsa akan dikumpulkan di hadapan-Nya dan Ia akan memisahkan mereka seorang dari pada seorang, sama seperti gembala memisahkan domba dari kambing, dan Ia akan menempatkan domba-domba di sebelah kanan-Nya dan kambing-kambing di sebelah kiri-Nya. Dan Raja itu akan berkata kepada mereka yang di sebelah kanan-Nya: Mari, hai kamu yang diberkati oleh Bapa-Ku, terimalah kerajaan yang telah disediakan  bagimu sejak dunia dijadikan. Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu memberi aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku. Maka orang-orang benar itu akan menjawab Dia, kataNya: Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau lapar dan kami memberi Engkau makan, atau haus dan kami memberi Engkau minum? Bilamanakah kami melihat Engkau sebagai orang asing, dan kami memberi Engkau tumpangan, atau telanjang dan kami memberi Engkau pakaian? Bilamanakah kami melihat Engkau sakit atau dalam penjara dan kami mengunjungi Engkau? Dan Raja itu akan menjawab mereka: Aku berkata kepada-Mu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku. Dan Ia akan berkata juga kepada mereka yang di sebelah kiri-Nya: Enyahlah dari hadapan-Ku, hai kamu orang-orang terkutuk, enyahlah ke dalam api yang kekal yang telah sedia untuk iblis dan malaikat-malaikatnya. Sebab ketika Aku lapar, kamu tidak memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu tidak memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu tidak memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu tidak memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit dan dalam penjara, kamu tidak melawat Aku. Lalu mereka pun akan menjawab Dia, katanya: Tuhan bilamanakah kami melihat Engkau lapar, atau haus, atau sebagai orang asing, atau telanjang atau sakit, atau dalam penjara dan kami tidak melayani Engkau? Maka Ia akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang tidak kamu lakukan untuk salah seorang dari yang paling hina ini, kamu tidak melakukannya juga untuk Aku. Dan mereka ini akan masuk tempat siksaan yang kekal, tetapi orang benar ke dalam hidup yang kekal.” (Mat 25:31-46).

Pendusta

            Jikalau seorang berkata: ”Aku mengasihi Allah,” dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barang siapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya. Dan perintah ini kita terima dari Dia: Barang siapa mengasihi Allah, ia harus juga mengasihi saudaranya (1 Yoh 4:20-21).

            Dari kedua perikop tersebut di atas, kita dapat mengatakan bahwa Tuhan hadir dalam diri orang yang baik atau orang yang  jahat, orang yang rendah hati atau orang yang sombong, orang yang ramah atau orang yang suka mencuekan, orang yang penuh belas kasih maupun orang yang kejam, orang yang murah hati maupun orang yang pelit, orang yang kaya maupun orang yang miskin, orang yang jelek maupun orang yang tampan/cantik. Hal itu terlihat jelas dalam ayat: Ketika Aku sakit, kamu melawat Aku, ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku…(Mat 25:36).
            Tetapi tentu saja Tuhan itu bukanlah sosok yang jahat, sombong, suka mencuekkan, kejam dan pelit tetapi sebaliknya Dia adalah sosok yang baik, rendah hati, ramah, penuh belas kasih dan murah hati. Anda harus berhati-hati tentang ide ini. Jangan sampai anda berpendapat: ”Kalau begitu sesama adalah Tuhan. ”Karena kalau begitu, itu berarti anda mentuhankan manusia. Padahal manusia bukan Tuhan, bahkan Tuhan jauh lebih tinggi dari segala ciptaan-Nya termasuk manusia. Dan memang ciptaan tidak dapat dibandingkan dengan penciptanya. Walaupun memang benar bahwa di dalam diri setiap mahkluk hidup terdapat Roh Tuhan sendiri yang memungkinkan dirinya untuk hidup. Yang saya maksudkan “Tuhan hadir di dalam diri sesama” ini adalah bahwa di dalam diri sesama kita ada tapak-tapak atau jejak-jejak Tuhan. Jadi bukan hadir dalam arti full.
            Sungguh aneh dan patut kita renungkan mengapa Tuhan hadir dalam diri sesama terutama justru pada orang-orang yang miskin, sakit, dan menderita. Mungkin anda perlu merenungkan dan menjawabnya sendiri. Setelah memahami dan menyadari bahwa Tuhan hadir dalam diri sesama, kitapun harus mengasihi sesama. Walaupun kita tidak menyukai mereka, tetapi kita harus tetap mengasihi mereka.
            Untuk melengkapi pembahasan ini saya ingin mempersembahkan pada anda sebuah kisah yang diceritakan oleh Santa Theresia dari Lisieux, yang saya kutip dari buku otobiografi, yang ditulisnya sendiri, yang berjudul ”Aku percaya akan cintakasih Allah” berikut ini:
           

Yesus dalam lubuk hatinya


            Ada seorang suster dalam komunitas yang memiliki pembawaan yang dalam segala macam hal menjengkelkan saya; tingkah lakunya, kata-katanya dan wataknya ku anggap tidak menyenangkan. Namun sesungguhnya dia seorang kudus yang mungkin SANGAT BERKENAN PADA ALLAH. Karena tidak mau menyerah kepada perasaan antipatiku terhadapnya saya berkata kepada diriku bahwa cinta kepada sesama tidak terletak dalam perasaan, tetapi dalam perbuatan. Nah, sejak itu sayapun berusaha untuk bersikap terhadap suster tersebut sama seperti kepada orang yang paling  saya kasihi. Setiap kali berpapasan dengan dia, saya berdoa baginya dan mempersembahkan kepada Allah segala jasa dan kebajikannya. Saya rasa bahwa tindakanku berkenan kepada Yesus, sebab tak ada seorang seniman pun yang tidak bergembira bila karyanya dipuji orang! Dan Yesus, Sang Seniman jiwa-jiwa merasa senang bila orang tidak terpaku pada hal-hal lahir melainkan menyusup masuk ke dalam batin tempat yang telah dipilih-Nya menjadi istana kediaman-Nya dan dimana Ia mengagumi keindahan. Saya tidak puas dengan hanya mendoakan suster yang menyebabkan sekian banyak perjuangan dalam diriku: sedapat mungkin saya juga berusaha menyumbangkan jasa kepadanya, dan bila saya tergoda untuk secara kasar menjawab dia, maka saya berusaha untuk seramah mungkin tersenyum padanya dan mencoba mengarahkan percakapan kebidang lain, sebab dalam buku ”Mengikuti Jejak Kristus” tertera: ”Lebih baik adanya membiarkan masing-masing pada pendapatnya, daripada hangat dalam pertengkaran”
            Bila bukan waktu rekreasi, maksudku waktu kerja, saya bekerjasama dengan suster tersebut, seringkali saya lari karena perjuangan batinku tak tertahankan! Sebab dia tidak tahu-menahu tentang perasaan hatiku terhadapnya, sama sekali tidak terpikirkan olehnya sebab-musabab tingkah-lakuku dan dia tetap mengira bahwa saya menyukai wataknya. Pada suatu hari waktu sedang rekreasi, dengan sangat ramahnya dia memandang saya seraya bertanya, yang kurang lebih berbunyi demikian: ”Suster Theresia dari Anak Yesus, dapatkah anda mengatakan, apakah yang membuat anda terpikat pada diriku? Setiap kali anda melihat kepada saya, saya melihat anda tersenyum?”  “Akh, apa yang memikat hatiku ialah Yesus dalam lubuk hatinya…Yesus sendiri yang membuat semua kepahitan jadi manis.” Saya menjawab bahwa saya tersenyum kepadanya karena senang melihat dia. Tentu saja saya tidak mengatakan padanya bahwa yang ku maksudkan ialah di bidang rohani.
            Sebagai bagian akhir sub judul ini saya akan mempersembahkan untuk anda suatu ungkapan yang saya dapat dari buku “Kekasih Allah”, karya Lukas Batmomolin,SVD, berikut ini:

Allah ada dalam semua keindahan hidup.
Ia ada dalam sekuntum mawar mekar.
Ia ada dalam setiap bentuk perbuatan kasih.
Ia ada dalam setiap tangan terbuka yang senantiasa siap untuk berbuat baik.
Ia ada dalam segenap diri setiap insan manusia.
Ia ada dalam sorotan mata polos seorang anak.
Ia ada dalam semangat hidup seorang remaja.
Ia ada dalam kepuasan hidup seorang dewasa.
Ia ada dalam kesimpulan hidup seorang lansia.
Ia ada dalam segala sesuatu.
Ia adalah sari hidup dan nafas segala yang hidup.
Ialah Allah yang kita imani.
Allah yang terkasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar