MENYADARI BAHWA TUHAN HADIR DALAM DIRI SESAMA
Dari
pengalaman pribadi, kesaksian pembimbing rohani, kesaksian orang-orang kudus
dan kitab suci, kita tahu bahwa kita tidak perlu jauh-jauh untuk mencari Allah,
karena Allah ada di dalam diri kita sendiri, misalnya:
Ketika
berbicara dengan Allah dalam “Soliloquia”, Santo Agustinus berkata: “Aku tidak
menemukan Dikau diluar aku, sebab Engkau tinggal di dalam aku. Aku salah
mencari Engkau di luar aku, ya Tuhan, karena Engkau tinggal didalam aku.”
Dalam
madah rohaninya, Santo Yohanes dari Salib mengungkapkan bahwa Tuhan ada di
dalam diri kita secara tersembunyi, dan kita harus berjuang untuk menemukannya.
Apabila kita sudah menemukannya kita akan sesembunyi seperti Dia. (Sumber: Buku
“Cinta membimbing”, yang disusun oleh Komisi Spiritualitas Karmel)
Di
2 Kor 6:16, ditulis: “Kita adalah bait dari Allah yang hidup.”
Karena
Tuhan ada di dalam diri kita, maka dengan demikian Tuhan pun hadir dalam diri
sesama kita.
Frater
Agung.O,Carm pernah berkata pada saya ”Aku mengasihimu karena Tuhan juga
mengasihimu dan aku mengasihimu karena Tuhan hadir di dalam dirimu.”
Kitab suci mengungkapkan secara jelas tentang Tuhan hadir
dalam diri sesama ini yaitu: dalam perikop tentang penghakiman terakhir (Mat
25:31-46) dan perikop tentang “Pendusta”
(1 Yoh 4:20-21) berikut ini:
Penghakiman
terakhir
“Apabila Anak manusia datang dalam kemuliaan-Nya dan
semua malaikat bersama-sama dengan Dia, maka Ia akan bersemayam di atas takhta
kemuliaan-Nya. Lalu semua bangsa akan dikumpulkan di hadapan-Nya dan Ia akan
memisahkan mereka seorang dari pada seorang, sama seperti gembala memisahkan
domba dari kambing, dan Ia akan menempatkan domba-domba di sebelah kanan-Nya
dan kambing-kambing di sebelah kiri-Nya. Dan Raja itu akan berkata kepada
mereka yang di sebelah kanan-Nya: Mari, hai kamu yang diberkati oleh Bapa-Ku,
terimalah kerajaan yang telah disediakan
bagimu sejak dunia dijadikan. Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku
makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu
memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu memberi aku pakaian; ketika
Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku.
Maka orang-orang benar itu akan menjawab Dia, kataNya: Tuhan, bilamanakah kami
melihat Engkau lapar dan kami memberi Engkau makan, atau haus dan kami memberi
Engkau minum? Bilamanakah kami melihat Engkau sebagai orang asing, dan kami
memberi Engkau tumpangan, atau telanjang dan kami memberi Engkau pakaian?
Bilamanakah kami melihat Engkau sakit atau dalam penjara dan kami mengunjungi
Engkau? Dan Raja itu akan menjawab mereka: Aku berkata kepada-Mu, sesungguhnya
segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang
paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku. Dan Ia akan berkata juga
kepada mereka yang di sebelah kiri-Nya: Enyahlah dari hadapan-Ku, hai kamu
orang-orang terkutuk, enyahlah ke dalam api yang kekal yang telah sedia untuk
iblis dan malaikat-malaikatnya. Sebab ketika Aku lapar, kamu tidak memberi Aku
makan; ketika Aku haus, kamu tidak memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing,
kamu tidak memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu tidak memberi Aku
pakaian; ketika Aku sakit dan dalam penjara, kamu tidak melawat Aku. Lalu
mereka pun akan menjawab Dia, katanya: Tuhan bilamanakah kami melihat Engkau
lapar, atau haus, atau sebagai orang asing, atau telanjang atau sakit, atau
dalam penjara dan kami tidak melayani Engkau? Maka Ia akan menjawab mereka: Aku
berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang tidak kamu lakukan untuk
salah seorang dari yang paling hina ini, kamu tidak melakukannya juga untuk
Aku. Dan mereka ini akan masuk tempat siksaan yang kekal, tetapi orang benar ke
dalam hidup yang kekal.” (Mat 25:31-46).
Pendusta
Jikalau
seorang berkata: ”Aku mengasihi Allah,” dan ia membenci saudaranya, maka ia
adalah pendusta, karena barang siapa tidak mengasihi saudaranya yang
dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya. Dan perintah
ini kita terima dari Dia: Barang siapa mengasihi Allah, ia harus juga mengasihi
saudaranya (1 Yoh 4:20-21).
Dari
kedua perikop tersebut di atas, kita dapat mengatakan bahwa Tuhan hadir dalam
diri orang yang baik atau orang yang
jahat, orang yang rendah hati atau orang yang sombong, orang yang ramah
atau orang yang suka mencuekan, orang yang penuh belas kasih maupun orang yang
kejam, orang yang murah hati maupun orang yang pelit, orang yang kaya maupun
orang yang miskin, orang yang jelek maupun orang yang tampan/cantik. Hal itu
terlihat jelas dalam ayat: Ketika Aku sakit, kamu melawat Aku, ketika Aku di
dalam penjara, kamu mengunjungi Aku…(Mat 25:36).
Tetapi
tentu saja Tuhan itu bukanlah sosok yang jahat, sombong, suka mencuekkan, kejam
dan pelit tetapi sebaliknya Dia adalah sosok yang baik, rendah hati, ramah,
penuh belas kasih dan murah hati. Anda harus berhati-hati tentang ide ini.
Jangan sampai anda berpendapat: ”Kalau begitu sesama adalah Tuhan. ”Karena
kalau begitu, itu berarti anda mentuhankan manusia. Padahal manusia bukan Tuhan,
bahkan Tuhan jauh lebih tinggi dari segala ciptaan-Nya termasuk manusia. Dan
memang ciptaan tidak dapat dibandingkan dengan penciptanya. Walaupun memang
benar bahwa di dalam diri setiap mahkluk hidup terdapat Roh Tuhan sendiri yang
memungkinkan dirinya untuk hidup. Yang saya maksudkan “Tuhan hadir di dalam
diri sesama” ini adalah bahwa di dalam diri sesama kita ada tapak-tapak atau
jejak-jejak Tuhan. Jadi bukan hadir dalam arti full.
Sungguh
aneh dan patut kita renungkan mengapa Tuhan hadir dalam diri sesama terutama
justru pada orang-orang yang miskin, sakit, dan menderita. Mungkin anda perlu
merenungkan dan menjawabnya sendiri. Setelah memahami dan menyadari bahwa Tuhan
hadir dalam diri sesama, kitapun harus mengasihi sesama. Walaupun kita tidak
menyukai mereka, tetapi kita harus tetap mengasihi mereka.
Untuk
melengkapi pembahasan ini saya ingin mempersembahkan pada anda sebuah kisah
yang diceritakan oleh Santa Theresia dari Lisieux, yang saya kutip dari buku
otobiografi, yang ditulisnya sendiri, yang berjudul ”Aku percaya akan
cintakasih Allah” berikut ini:
Yesus dalam lubuk hatinya
Ada
seorang suster dalam komunitas yang memiliki pembawaan yang dalam segala macam
hal menjengkelkan saya; tingkah lakunya, kata-katanya dan wataknya ku anggap
tidak menyenangkan. Namun sesungguhnya dia seorang kudus yang mungkin SANGAT
BERKENAN PADA ALLAH. Karena tidak mau menyerah kepada perasaan antipatiku
terhadapnya saya berkata kepada diriku bahwa cinta kepada sesama tidak terletak
dalam perasaan, tetapi dalam perbuatan. Nah, sejak itu sayapun berusaha untuk
bersikap terhadap suster tersebut sama seperti kepada orang yang paling saya kasihi. Setiap kali berpapasan dengan
dia, saya berdoa baginya dan mempersembahkan kepada Allah segala jasa dan
kebajikannya. Saya rasa bahwa tindakanku berkenan kepada Yesus, sebab tak ada
seorang seniman pun yang tidak bergembira bila karyanya dipuji orang! Dan
Yesus, Sang Seniman jiwa-jiwa merasa senang bila orang tidak terpaku pada
hal-hal lahir melainkan menyusup masuk ke dalam batin tempat yang telah
dipilih-Nya menjadi istana kediaman-Nya dan dimana Ia mengagumi keindahan. Saya
tidak puas dengan hanya mendoakan suster yang menyebabkan sekian banyak
perjuangan dalam diriku: sedapat mungkin saya juga berusaha menyumbangkan jasa
kepadanya, dan bila saya tergoda untuk secara kasar menjawab dia, maka saya
berusaha untuk seramah mungkin tersenyum padanya dan mencoba mengarahkan
percakapan kebidang lain, sebab dalam buku ”Mengikuti Jejak Kristus” tertera:
”Lebih baik adanya membiarkan masing-masing pada pendapatnya, daripada hangat
dalam pertengkaran”
Bila
bukan waktu rekreasi, maksudku waktu kerja, saya bekerjasama dengan suster
tersebut, seringkali saya lari karena perjuangan batinku tak tertahankan! Sebab
dia tidak tahu-menahu tentang perasaan hatiku terhadapnya, sama sekali tidak
terpikirkan olehnya sebab-musabab tingkah-lakuku dan dia tetap mengira bahwa
saya menyukai wataknya. Pada suatu hari waktu sedang rekreasi, dengan sangat
ramahnya dia memandang saya seraya bertanya, yang kurang lebih berbunyi
demikian: ”Suster Theresia dari Anak Yesus, dapatkah anda mengatakan, apakah
yang membuat anda terpikat pada diriku? Setiap kali anda melihat kepada saya,
saya melihat anda tersenyum?” “Akh, apa
yang memikat hatiku ialah Yesus dalam lubuk hatinya…Yesus sendiri yang membuat
semua kepahitan jadi manis.” Saya menjawab bahwa saya tersenyum kepadanya
karena senang melihat dia. Tentu saja saya tidak mengatakan padanya bahwa yang
ku maksudkan ialah di bidang rohani.
Sebagai
bagian akhir sub judul ini saya akan mempersembahkan untuk anda suatu ungkapan
yang saya dapat dari buku “Kekasih Allah”, karya Lukas Batmomolin,SVD, berikut
ini:
Allah ada dalam semua keindahan
hidup.
Ia ada dalam sekuntum mawar
mekar.
Ia ada dalam setiap bentuk
perbuatan kasih.
Ia ada dalam setiap tangan
terbuka yang senantiasa siap untuk berbuat baik.
Ia ada dalam segenap diri setiap
insan manusia.
Ia ada dalam sorotan mata polos
seorang anak.
Ia ada dalam semangat hidup
seorang remaja.
Ia ada dalam kepuasan hidup
seorang dewasa.
Ia ada dalam kesimpulan hidup
seorang lansia.
Ia ada dalam segala sesuatu.
Ia adalah sari hidup dan nafas
segala yang hidup.
Ialah Allah yang kita imani.
Allah yang terkasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar