Kamis, 12 September 2013

Surat Buat Suster Narni Yang Kedua.



SURAT BUAT SUSTER NARNI YANG KEDUA

            Aku haus kasih, aku haus cinta, aku butuh seseorang yang ku cintaipun mencintai aku juga. Aku bosan ditolak, diejek, aku ingin dicintai. Sahabat cintailah aku, hilangkan rasiomu, perasaanmu, dan kehendakmu. Bila mencintaiku berarti bunuh diri, mari datanglah padaku dan kita jalani hari-hari sengsara bersama-sama. Dengan harapan jiwa kita bersukacita dan bahagia meski kita menderita.
            Hiduplah bersamaku dalam apa adanya, dalam kemiskinan dan dalam sengsara, tanpa pakaian bagus, handphone, makanan enak dan tanpa uang cukup. Sambil kita belajar gembira dalam sengsara.
            Aku gila dan kaupun gila, itu baru cinta sejati, karena cinta sejati itu menurutku adalah dua orang gila yang bertemu. Tapi aku yakin bahwa engkau tak mungkin mau, karena kau tak ingin bunuh diri dan tak mau mengecewakan orang tuamu serta saudara-saudaramu, terlebih dirimu sendiri. Kau ingin hidup mulia dan bahagia, dan aku berpikir engkau memang pantas mendapatkannya.
            Suster, ketika menulis surat ini aku baru saja menyelesaikan membaca buku bagus berjudul: “Derita, kutuk atau rahmat”, karangan Harold S.Kushner, pada halaman 171, ada kalimat yang tidak sepenuhnya aku pahami namun aku setuju, yaitu:
“Cinta bukanlah kekaguman pada kesempurnaan, melainkan penerimaan atas seorang pribadi yang tidak sempurna, dengan segala ketidaksempurnaannya, sebab dengan mencintai dan menerimanya kita menjadi disempurnakan dan diperkuat”.
            Eh Suster, ngomong-ngomong, tulis surat dong buat aku, apa saja tentang dirimu, teman-temanmu, pekerjaanmu, rumah sakit, gereja, atau lainnya. Dah dulu ya Sus, lain waktu kita sambung lagi. Salam hangat dan sampai jumpa. Dariku: Yohanes Winoto.

*****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar