Kamis, 12 September 2013

Surat Untuk Suster Narni Yang Ketiga.



SURAT UNTUK SUSTER NARNI YANG KETIGA

To:
Suster Narni yang kukasihi,dan  kurindukan.
Salam damai sejahtera dalam kasih Tuhan.

            Selama beberapa hari aku telah dibawa Pak Pos dari satu perhentian ke perhentian lainnya. Dan akhirnya sampai di tanganmu. Kurasakan tanganmu terasa lembut dan hangat, bibirmu tersenyum, matamu berbinar dan hatimu penuh sukacita.
            Kisah kita ini selamanya akan berupa persahabatan atau berubah menjadi cinta? Aku belum tahu, karena engkau adalah pemegang kunci bagi siapapun yang ingin masuk dalam lubuk hatimu dan boleh memiliki harta yang terpendam sejak 22 tahun yang lalu, bahkan beratus-ratus tahun yang lalu dalam sejarah nenek moyang.
            Hari ini aku dapat berkata dengan jujur, kaulah anugerah terindah yang pernah Tuhan berikan padaku. Walaupun dipisahkan jarak, ruang dan waktu namun engkau begitu dekat bagiku. Apalagi ada fotomu, sehingga dapat terobati rasa rinduku setiap kali aku ingat kamu.
            Hari ini aku merindukanmu. Entah apa yang musti kulakukan, aku tak tahu. Aku hampir tak percaya bahwa engkau sama sekali tak mencintaiku.
            Aku tidak tahu apa yang harus ku lakukan lagi padamu. Haruskah aku memaksamu, atau memohon belas kasihan. Kau adalah impian hatiku, jarang aku memiliki cinta begitu besar pada seorang gadis seperti padamu.
Malam ini jam 12.00, aku menulis kembali. Aku memandangi foto-fotomu begitu anggun. Hal itu membantuku memahami dirimu sedalam-dalamnya, dan aku sadar engkau adalah seorang wanita dengan segala kodrat dan dimensinya, yaitu sebagai kekasih, ibu dan sahabat. Aku juga merenungkan profesimu sebagai perawat. Aku memahami saat-saat sulitmu terutama bila tugas malam, tentu engkau kadang mengantuk capek, lelah dan penat.
Aku berterimakasih banget, engkau mengirimi aku foto seksimu. Fotomu membantuku memahami dirimu dari perspektif yang luas, yaitu engkau sebagai gadis muda yang seksi, cantik dan penuh harapan.
Aku melukiskanmu seperti gunung dan danau. Di dalam dirimu ada gunung berapi yang dahsyat, yaitu semangat dan gejolak yang membara. Dan kadang engkau begitu tenang dan luas seperti danau. Aku kagum pada kekuatan yang membara itu dan tenggelam dalam danau jiwamu.
Mengenai impian, mungkin engkau mendambakan pangeranmu seperti dongeng-dongeng klasik, menikah dengan dokter muda yang gagah dan tampan atau seorang pengusaha yang mapan, atau seorang partner yang sederhana namun berkepribadian kuat. Aku bukan apa-apa di dalam impianmu. Aku hanya kerikil kecil di pinggir danau itu.
Aku tahu engkau adalah orang yang sangat baik. Hal itu terpancar dari sorot matamu, senyummu dan sikapmu. Itulah yang membuatku mencintaimu. Bisa dikatakan aku tak tahu diri, tidak mawas diri. Berani-beraninya aku mencintaimu, ya seperti pungguk merindukan bulan.
Aku berpikir cinta sejati itu indah. Sesuatu yang menguatkan dikala lemah dan mampu menanggung beban dengan sukacita. Apakah benar cinta bisa menghancurkan? Apakah engkau takut hancur bersamaku? Apakah mencintaiku bagimu sama saja dengan  bunuh diri? Aku sendiri buta telah mencintaimu. Namun aku berani mencintaimu, bagiku itu adalah keajaiban. Aku telah berani mencintai padahal aku sudah tahu dari semula bahwa aku akan ditolak. Karena perbedaan kita terlalu jauh. Aku hanya kerikil kecil di pinggir danau itu.
Sekarang waktu menunjukkan jam 01.00, aku berniat mengakhiri curhatku. Aku pasti menyambungnya lain kali. Tapi aku berharap engkau membalas setiap suratku, karena tanpa balasan aku merasa kesepian dan hanya bertepuk sebelah tangan. Aku tak ingin mengakhiri kisah ini. Apakah seorang sahabat tidak boleh mencintai sahabatnya dengan sepenuh hati? Ok, sampai jumpa lain kali.

*****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar