SURAT UNTUK SUSTER NARNI YANG
KETIGA
To:
Suster Narni yang kukasihi,dan kurindukan.
Salam damai sejahtera dalam kasih Tuhan.
Selama beberapa hari aku
telah dibawa Pak Pos dari satu perhentian ke perhentian lainnya. Dan akhirnya
sampai di tanganmu. Kurasakan tanganmu terasa lembut dan hangat, bibirmu
tersenyum, matamu berbinar dan hatimu penuh sukacita.
Kisah kita ini selamanya
akan berupa persahabatan atau berubah menjadi cinta? Aku belum tahu, karena
engkau adalah pemegang kunci bagi siapapun yang ingin masuk dalam lubuk hatimu
dan boleh memiliki harta yang terpendam sejak 22 tahun yang lalu, bahkan
beratus-ratus tahun yang lalu dalam sejarah nenek moyang.
Hari ini aku dapat berkata
dengan jujur, kaulah anugerah terindah yang pernah Tuhan berikan padaku.
Walaupun dipisahkan jarak, ruang dan waktu namun engkau begitu dekat bagiku.
Apalagi ada fotomu, sehingga dapat terobati rasa rinduku setiap kali aku ingat
kamu.
Hari ini aku merindukanmu.
Entah apa yang musti kulakukan, aku tak tahu. Aku hampir tak percaya bahwa
engkau sama sekali tak mencintaiku.
Aku tidak tahu apa yang
harus ku lakukan lagi padamu. Haruskah aku memaksamu, atau memohon belas kasihan. Kau adalah impian hatiku,
jarang aku memiliki cinta begitu besar pada seorang gadis seperti padamu.
Malam ini jam 12.00, aku menulis kembali. Aku memandangi
foto-fotomu begitu anggun. Hal itu membantuku memahami dirimu sedalam-dalamnya,
dan aku sadar engkau adalah seorang wanita dengan segala kodrat dan dimensinya,
yaitu sebagai kekasih, ibu dan sahabat. Aku juga merenungkan profesimu sebagai
perawat. Aku memahami saat-saat sulitmu terutama bila tugas malam, tentu engkau
kadang mengantuk capek, lelah dan penat.
Aku berterimakasih banget, engkau mengirimi
aku foto seksimu. Fotomu membantuku
memahami dirimu dari perspektif yang luas, yaitu engkau sebagai gadis muda yang
seksi, cantik dan penuh harapan.
Aku melukiskanmu seperti gunung dan danau. Di dalam
dirimu ada gunung berapi yang dahsyat, yaitu semangat dan gejolak yang membara.
Dan kadang engkau begitu tenang dan luas seperti danau. Aku kagum pada kekuatan
yang membara itu dan tenggelam dalam danau jiwamu.
Mengenai impian, mungkin engkau mendambakan pangeranmu
seperti dongeng-dongeng klasik, menikah dengan dokter muda yang gagah dan
tampan atau seorang pengusaha yang mapan, atau seorang partner yang sederhana
namun berkepribadian kuat. Aku bukan apa-apa di dalam impianmu. Aku hanya
kerikil kecil di pinggir danau itu.
Aku tahu engkau adalah orang yang sangat baik. Hal itu
terpancar dari sorot matamu, senyummu dan sikapmu. Itulah yang membuatku
mencintaimu. Bisa dikatakan aku tak tahu diri, tidak mawas diri.
Berani-beraninya aku mencintaimu, ya seperti pungguk merindukan bulan.
Aku berpikir cinta sejati itu indah. Sesuatu yang
menguatkan dikala lemah dan mampu menanggung beban dengan sukacita. Apakah
benar cinta bisa menghancurkan? Apakah engkau takut hancur bersamaku? Apakah
mencintaiku bagimu sama saja dengan
bunuh diri? Aku sendiri buta telah mencintaimu. Namun aku berani
mencintaimu, bagiku itu adalah keajaiban. Aku telah berani mencintai padahal
aku sudah tahu dari semula bahwa aku akan ditolak. Karena perbedaan kita
terlalu jauh. Aku hanya kerikil kecil di pinggir danau itu.
Sekarang waktu menunjukkan jam 01.00, aku berniat
mengakhiri curhatku. Aku pasti menyambungnya lain kali. Tapi aku berharap
engkau membalas setiap suratku, karena tanpa balasan aku merasa kesepian dan
hanya bertepuk sebelah tangan. Aku tak ingin mengakhiri kisah ini. Apakah
seorang sahabat tidak boleh mencintai sahabatnya dengan sepenuh hati? Ok,
sampai jumpa lain kali.
*****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar