17. PENDERITAAN
Pada suatu hari seorang teman
saya berkata pada saya bahwa hidup baginya adalah menjalani penderitaan dengan
tabah sampai titik darah penghabisan, seorang teman saya yang lain
mengungkapkan bahwa hidup adalah penderitaan sedangkan kenikmatan adalah
godaan. Lama saya merenungkan kata-kata mereka dan dari kesaksian hidup saya,
saya menjumpai bahwa pernyataan mereka
berdua adalah benar.
Pada umumnya orang tidak
menyukai penderitaan tetapi anehnya ketika saya membaca kisah-kisah beberapa
orang kudus, saya menemukan bahwa mereka sangat merindukan penderitaan dan bila
diberi pilihan oleh Tuhan mereka lebih memilih menderita. Dan penderitaan
mereka itu mereka persembahkan pada Tuhan dengan penuh cinta. Tentu saja mereka
tidak mengalami gangguan seksual yang bernama Masokist.
A. Asal
penderitaan
Kita
semua pernah menderita, dan mungkin sekarang ada diantara anda yang sedang
mengalami penderitaan berat. Ciri utama penderitaan adalah adanya rasa sakit,
entah sakit hati, sakit badan, atau sakit jiwa. Menurut saya asal penderitaan
itu ada tiga yaitu:
1.
Berasal dari diri kita sendiri.
2.
Berasal dari Tuhan.
3.
Berasal dari ketidaksempurnaan ciptaan Tuhan.
Agar lebih jelasnya marilah kita lihat satu-persatu:
1. Berasal dari diri kita sendiri
Penderitaan yang berasal dari
diri kita sendiri adalah penderitaan yang merupakan konsekwensi dari perbuatan
buruk dan perbuatan baik kita:
a. Sebagai
konsekwensi perbuatan buruk kita
Adalah
pederitaan-penderitaan yang diakibatkan perbuatan-perbuatan buruk dan
kebiasaan-kebiasaan buruk kita contohnya: sakit paru-paru karena kebanyakan
merokok, sakit jiwa karena mengkonsumsi narkoba dan minum-minuman keras secara
berlebihan, nilai sekolah buruk karena malas belajar, tidak punya uang karena
malas bekerja, dipenjara karena melakukan perbuatan kriminal, kecelakaan lalu
lintas karena kita ugal-ugalan di jalan dan lain-lain.
b. Sebagai
konsekwensi perbuatan baik kita
Adalah
penderitaan-penderitaan yang diakibatkan oleh perbuatan-perbuatan baik kita
dalam rangka berusaha melakukan perintah dan kehendak Tuhan. Misalnya:
mengasihi sesama, membela HAM, membela kebenaran dan keadilan, setia pada
pasangan hidup berumah tangga dan lain-lain, contoh konkretnya adalah: Seorang
ibu sedang sakit demam tetapi begitu tahu anaknya sakit ia membawa anaknya itu
ke Puskesmas, Munir seorang tokoh pembela HAM dibunuh di pesawat, seorang
pengacara diancam akan dibunuh ketika sedang membela perkara orang yang benar,
seorang suami atau istri berusaha menahan diri dan mengendalikan diri agar
tidak selingkuh, dan dapat juga sebagai suatu doa persembahan, yaitu bila kita
secara sengaja melakukan hal-hal baik yang oleh karena itu kita menderita dan
penderitaan-penderitaan kita itu kita persembahkan pada Tuhan bagi orang-orang
yang kita doakan, untuk lebih jelasnya lihat kembali waktu pembahasan tentang
doa persembahan.
Berkaitan
dengan pembahasan ini, ada baiknya saya cantumkan perikop ayat kitab suci di 1
Ptr 2:19-21, untuk anda renungkan, yaitu: “Adalah kasih karunia, jika seseorang
karena sadar akan kehendak Allah menanggung penderitaan yang tidak harus ia
tanggung. Sebab dapatkah disebut pujian, jika kamu menderita pukulan karena
kamu berbuat dosa? Tetapi jika kamu berbuat baik dan karena itu kamu harus menderita,
maka itu adalah kasih karunia pada Allah. Sebab untuk itulah kamu dipanggil,
karena Kristus pun telah menderita untuk kamu dan telah meninggalkan teladan
bagimu, supaya kamu mengikuti jejak-Nya.”
2. Berasal dari
Tuhan
Harus
kita akui bahwa semua orang pernah menderita dan sedikit banyak akan mengalami
penderitaan lagi selama ia masih hidup di dunia ini, baik orang baik maupun
orang jahat, orang benar maupun orang berdosa, baik orang yang rendah hati
maupun orang yang sombong. Penderitaan yang berasal dari Tuhan dapat mengambil
berbagai macam bentuk dan sebab, yang hanya bisa dilihat melalui kacamata iman,
misalnya penderitaan–penderitaan karena kelahiran atau keturunan. Menurut saya
itu adalah penderitaan yang berasal dari Tuhan. Dasarnya dalam kitab suci
adalah pada Yoh 9:1-3 yang akan saya kutip berikut ini:
Waktu Yesus sedang lewat, Ia
melihat seorang yang buta sejak lahirnya. Murid-muridnya bertanya kepada-Nya:
”Rabi, siapakah yang berbuat dosa, orang ini sendiri atau orang tuanya, sehingga
ia dilahirkan buta?” Jawab Yesus: ”Bukan dia dan bukan juga orang tuanya,
tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia.
Menurut saya tujuan Tuhan
menghadirkan mereka adalah untuk mengajarkan manusia bagaimana mengasihi
orang-orang yang menderita. Dengan memperlakukan orang-orang yang menderita
dengan penuh kasih sebenarnya secara konkret kita telah menjadi sarana
terciptanya kerajaan Allah di dunia ini, karena kerajaan Allah adalah suatu
kerajaan dimana Allah meraja, karena Allah adalah kasih (1Yoh 4:8 dan 16) maka
kerajaan Allah adalah suatu kerajaan dimana kasih meraja. Ibu Theresia dari
Kalkuta, mempunyai sebuah pengalaman hidup yang menarik untuk kita, yang saya
kutip dari buku “Kekasih Allah”, karangan Lukas Batmomolin,SVD, berikut ini:
“Aku akan selalu mengingat
waktu terakhir aku berkunjung ke Venezuela di Amerika Selatan. Sebuah keluarga
kaya telah memberikan tanah kepada para suster untuk membangun panti anak-anak,
karenanya aku pergi ke sana untuk berterimakasih kepada mereka. Di dalam
keluarga itu aku menemukan putra bungsu mereka menderita cacat yang parah. Aku
bertanya pada ibunya: siapa nama anak itu? Si ibu menjawab: “Profesor Cinta,
karena anak ini sepanjang waktu mengajarkan kepada kami bagaimana
mengekspresikan cinta dalam sebuah tindakan.” Ada sebuah senyum yang manis di
wajah ibu itu. “Profesor Cinta”, mereka memanggil anak mereka yang begitu
menderita, begitu ternoda” (Ibid.240).
Dengan hadirnya orang-orang
yang menderita karena kelahiran atau keturunan menurut saya juga merupakan
salah satu cara Tuhan untuk mengajar kita bersyukur.
Anda
boleh percaya boleh tidak, seorang perawat anak-anak cacat di Bhakti Luhur yang
kebanyakan karena kelahiran atau keturunan mengungkapkan pada saya bahwa
anak-anak cacat itu pada umumnya merasa damai dan tidak minder padahal mereka
mengalami cacat yang luarbiasa seperti tidak punya kaki, tidak punya tangan,
buta, bisu, tuli atau lainnya. Kenyataan ini sungguh mengherankan saya.
Pada
waktu saya ikut retret “Maria” di Tumpang, salah seorang Suster Putri Karmel
mengungkapkan bahwa kita tidak mungkin bisa memahami sepenuhnya jalan pemikiran
Tuhan dan kehendak-Nya. Namun yakinlah bahwa kehendak Tuhan itu baik buat kita
walaupun kadang terasa sangat menyakitkan, misalnya anak-anak yang terlahir
cacat, secara duniawi hal itu terlihat sebagai suatu sial, rendah dan merupakan
suatu beban tetapi menurut Suster itu, bisa jadi bahwa pahala mereka sangat
besar, jauh lebih besar dari orang-orang normal di Sorga nanti.
4.
Berasal dari ketidaksempurnaan ciptaan Allah
a.
Ketidaksempurnaan tubuh dan jiwa manusia
Harus
diakui bahwa manusia diciptakan tidak sempurna. Manusia adalah citra Allah
tetapi tidak sesempurna Allah. Secara jasmaniah dan rohaniah manusia tidak
sempurna. Bisa mengalami sakit, mulai sakit flu, batuk, kanker, gangguan
prostat, flu burung sampai AIDS, dan dapat mengalami stres dan sakit jiwa. Ilmu
kedokteran hanya membantu tubuh dan jiwa manusia untuk mengatasi kerusakkan dan
disintegrasi. Jadi tubuh dan jiwa itu sendirilah yang bertumbuh dan
menyembuhkan dirinya, selebihnya ilmu kedokteran tidak bisa berbuat apa-apa.
Bila seseorang sakit untuk bisa sembuh rumusnya adalah Stamina tubuh +Rahmat
Tuhan. Ada hal-hal tertentu di luar kontrol ilmu kedokteran, yaitu pertumbuhan
sel dan Rahmat Tuhan. Singkatnya ilmu kedokteran hanya bisa memfasilitasi dan
memprediksi tetapi tidak bisa memberi kepastian. Ilmu kedokteran sama sekali
tidak mampu membuat tubuh dan jiwa manusia menjadi sempurna sehingga 100% kebal
penyakit.
Sifat
alamiah tubuh dan jiwa manusia mempunyai hukum-hukum dan batas-batasnya yang
bila dilanggar akan mengakibatkan sakit atau meninggal misalnya: minum-minuman
keras dan merokok menyebabkan penyakit, bunuh diri dapat mati, overdosis
narkoba dapat menyebabkan kematian, kecelakaan dapat mengakibatkan luka-luka;
cacat dan kematian. Selain itu stres yang melebihi daya tahan maksimal jiwa
manusia dapat menyebabkan gangguan jiwa bahkan stroke dan kematian.
b.
Ketidaksempurnaan alam
Seperti
kita ketahui bahwa alam berproses, berkembang dan berubah kian waktu. Dan alam
mempunyai hukum-hukumnya sendiri. Alam adalah pemandangan yang indah dan
menakjubkan tetapi juga dapat menyebabkan bencana yang dahsyat misalnya gempa
bumi, tsunami, tanah longsor, gunung meletus, angin topan, angin tornado, hujan
badai dan lain-lain. Dan semua itu dapat menimpa setiap orang tanpa pilih kasih
baik orang baik maupun orang jahat, orang benar maupun orang berdosa, orang
yang rendah hati maupun orang yang sombong. Namun walau bagaimanapun juga dalam
setiap penderitaan kita tetap dapat menghadap Tuhan untuk memohon pertolongan,
kekuatan, ketabahan dan penghiburan dari-Nya. Dan kita tidak perlu merasa
dikhianati Tuhan atau dihukum Tuhan. Yang kita lakukan dalam setiap
penderitaan, sebaiknya adalah tetap bersatu dengan Tuhan dan mengasihi sesama
walaupun betapa beratnya penderitaan kita.
Kita
tidak mungkin memahami sepenuhnya apa maksud Tuhan dan kadang-kadang kita
merasa Tuhan mengutuk dan tidak mengasihi kita, misalnya: Gempa bumi danTsunami
di Aceh dan Nias pada akhir tahun 2004 dan awal tahun 2005, beberapa orang
melihat hal itu sebagai suatu kutukan dan hukuman Tuhan, beberapa orang lain melihat sebagai
bencana murni, namun salah satu Suster Putri Karmel ketika saya retret
berpendapat bahwa hal itu kemungkinan besar juga suatu rahmat dari Tuhan karena
orang-orang yang meninggal itu sebelum meninggal dalam kondisi kritis mereka
mungkin menyeru-nyerukan nama Tuhan, sehingga mereka meninggal dalam nama
Tuhan, dan dengan demikian masuk Sorga. Kalau tidak langsung masuk Sorga ya di
Api pencucian dulu, namun dengan harapan pasti bahwa cepat atau lambat akan
masuk Sorga.
A.
Makna penderitaan.
Menurut saya semua penderitaan
itu memiliki makna, asal kita bisa memaknainya. Namun makna penderitaan yang
menimpa orang baik, benar dan rendah hati berbeda dengan makna penderitaan yang
menimpa orang jahat, berdosa dan sombong. Untuk lebih jelasnya akan saya
uraikan sebagai berikut:
1.
Makna penderitaan yang menimpa orang-orang baik, benar dan rendah hati
Sebelum membahas hal ini lebih
lanjut, saya ingin menceritakan tentang Santa Theresia dari Avila. Dalam segala
suka dan duka beliau tetap penuh lelucon yang berbobot dan tetap penuh damai.
Terutama ia tetap bersukacita, sumber kebahagiaan sejati, yang begitu mudah
menular kepada orang lain. Misalnya: sebagai Ibu pendiri banyak biara, Santa
Theresia sering menempuh jalan-jalan yang amat buruk, misalnya sungai Arlanzon
mengancam kereta mereka karena banjir. Santa Theresia meloncat ke luar dan
terluka. Ia berseru: “Tuhan, di tengah-tengah segala bencana ini kami harus
mengalami kecelakaan ini juga!” Tetapi Tuhan Yesus menjawab: “Theresia,
beginilah aku memperlakukan sahabat-sahabat-Ku!” Ya Tuhan, karena itu jumlah
sahabat-Mu sedikit sekali!” sahut Santa Theresia. Kemudian pada kesempatan yang
lain, pernah ia katakan: “Theresia yang membawa tiga dukat itu bukan apa-apa!
Tetapi Theresia yang membawa tiga dukat, bersama dengan Yesus, itu berarti
bahwa semuanya beres!. (Sumber: buku “Santa Theresia dari Avila, Hidup dan
Karya”, yang diterbitkan oleh Dioma).
Kemudian dalam buku “Santo
Yohanes dari Salib”, yang disusun oleh Romo H.Pidyarto.O,Carm, Santa Theresia
dari Avila mengungkapkan: “Tuhan memperlakukan para sahabat-Nya dengan begitu
ngeri, meskipun Dia tidak berbuat jahat kepada mereka, sebab ia berbuat
demikian juga kepada Putera-Nya sendiri.”
Penderitaan-penderitaan
yang menimpa orang-orang baik, benar dan rendah hati bermakna sebagai cara
Tuhan untuk membentuk kita menjadi lebih baik. Dapat diumpamakan Tuhan seperti
seorang pandai emas yang menempa kita menjadi emas murni, atau dapat
diibaratkan Tuhan seperti sorang pengukir yang mengukir kita menjadi suatu
bentuk karya seni yang unik dan mahal harganya, atau dapat diumpamakan Tuhan
seperti seorang pembuat benda-benda dari tanah liat yang membentuk kita menjadi
bejana, guci atau benda-benda seni yang berharga tinggi. Memang sewaktu Tuhan
membentuk kita, akan terasa sangat menyakitkan tetapi hasil baik akan tampak
kemudian. Melalui penderitaan itu kita bertumbuh dan berkembang menjadi lebih
baik.
Namun
sayangnya tidak semua orang berpikir seperti ini, ada orang tertentu yang
justru bereaksi negatif yaitu dengan
mengalami penderitaan ia merasa Tuhan tidak ada, kemudian ia menjauhi Tuhan,
berpikir buat apa terus berbuat baik dan benar, dan menutup diri bagi sesama.
Bagi orang seperti ini penderitaan itu merupakan kutukan dan bukan rahmat.
Sebenarnya
Tuhan tidak membiarkan orang-orang baik, benar dan rendah hati menderita
sendirian. Ia menyalurkan pertolongannya melalui orang-orang tertentu hingga
akhirnya sampai kepadanya, misalnya: Ia menggerakkan orang-orang tertentu untuk
menyumbang dana, membantu berupa tenaga, waktu dan lain sebagainya.
Saya
mengenal orang yang baik, benar dan rendah hati yang mengalami kecelakaan
sepeda motor yaitu teman saya Emil dan Kharis. Pada waktu itu mereka mengikuti
latihan koor untuk lomba antar Paroki mewakili Paroki Santa Maria tak bernoda,
Lawang. Latihan koor diadakan pada malam hari, tetapi dalam perjalanan pulang
mereka ditabrak oleh sepeda motor yang dikendarai oleh dua orang pria yang
melarikan diri dari kejaran penjaga counter handphone, karena dua orang pria
itu mencuri handphone. Dalam kecelakaan itu teman saya Emil mengalami luka-luka
parah kemudian dibawa ke RSU. Dr.Saiful Anwar, Malang dan akhirnya meninggal
dunia. Sedangkan Kharis kaki sebelah kirinya patah. Namun puji Tuhan ia tidak
diamputasi. Kakinya dioperasi hingga akhirnya ia masih bisa berjalan lagi.
Hal yang
saya lihat adalah Tuhan memberi pertolongan kepada kedua orang teman saya ini
melalui tangan orang-orang yang peduli kepada mereka. Banyak orang yang
mendoakan mereka, muda-mudi Katolik Lawang sibuk memberikan pertolongan dengan
segenap hati seperti mencari dan mengumpulkan dana, dengan membagi kolekte
kedua dan mengamen di depan Gereja. Bahkan ada yang menyesal tidak bisa
menyumbang darahnya karena golongan darahnya berbeda dengan golongan darah
Emil.
Pada
waktu hari meninggalnya Emil tepat dihari minggu dimana kelompok koor mereka
berlomba. Para anggota koor mengikuti lomba kemudian setelah itu mereka
menghantar Emil ke peristirahatan terakhir. Pada waktu itu kelompok koor itu
menyumbangkan lagu koor mereka di depan peti jenasah Emil sebelum dimasukkan ke
liang lahat. Lagu yang mereka nyanyikan berjudul “Lau Date” dan “Salurkan
rahmat Tuhan.” Lagu itu dibawakan dengan
sangat syahdu diiringi linangan airmata dan isak tangis. Banyak orang yang
merasa kehilangan terutama seluruh anggota koor dan muda-mudi Katolik Lawang
termasuk juga saya. Hal yang selalu saya ingat bila teringat Emil adalah
senyumnya yang tulus.
Setelah
Emil dikuburkan beberapa anggota koor itu menjenguk Kharis di RSU. Dr.Saiful
Anwar. Setiap hari ada saja orang yang peduli dan menjenguk Kharis di Rumah
sakit. Pada waktu kecelakaan terjadi mereka berboncengan dengan sepeda motor
Vespa. Kharis di depan sedangkan Emil di belakang. Pada waktu kecelakaan
terjadi, Kharis terpental dan masuk selokan. Orang-orang yang menolong tidak
melihat Kharis karena pada waktu itu malam hari dan gelap, baru kira-kira satu
jam kemudian orang-orang mencari dan menemukan Kharis dan mereka membawanya
juga ke RSU. Dr.Saiful Anwar.
Setelah
dioperasi dan diperbolehkan pulang, Kharis menggunakan kursi roda dan dua alat
penyangga. Yang saya sangat kagumi dari Kharis adalah semangatnya untuk tetap
dapat berjalan. Ia mematuhi saran dokternya untuk sering melatih kakinya untuk
berjalan.
Kadang-kadang
pada hari minggu, Mas Tatang menjemput Kharis dengan mobil dan menghantarnya ke
Gereja. Setelah misa kudus selesai banyak orang yang peduli, menyapa dan
menjabat tangannya. Dan walaupun ia belum sembuh benar, ia tidak kapok, ia
tetap ikut kegiatan muda-muda Katolik Lawang. Karena kekuatan mentalnya inilah
ia berhasil sembuh lebih cepat dari apa yang diperkirakan dokter. Kharis adalah
contoh figur yang patut diteladani dalam menghadapi penderitaan.
Saya juga
mengenal seorang pengusaha yang bernama Pak Handoko, ketika bisnisnya mengalami
krisis ia mengatakan pada saya: ”Badai dan hujan benar-benar hebat dan kencang
sehingga membuat saya harus masuk dan berlindung di Rumah Bapa.” Karena krisis
itu ia menjadi rajin pergi mengikuti misa kudus di Gereja dan mengajak saya
untuk ikut retret di Pertapaan Karmel, Ngadireso, Tumpang. Kemudian ia semakin mendekatkan diri pada
Tuhan dengan menimba ilmu rohani kepada seorang biarawan yang bernama Frater
Agung.O,Carm, yang ia istilahkan dengan “Saya sedang meguru.” Kemudian ia pun
berlangganan buku renungan harian dan rajin ikut doa Lectio divina setiap dua
minggu sekali di biara Karmel “Johannes a Sancto Samsone” Jalan Talang no 5,
Malang. Padahal rumahnya di Surabaya dan doa Lectio divina itu dimulai jam
17.30 sampai dengan jam 19.30 malam. Ia merupakan juga salah satu figur yang
patut dicontoh dalam menghadapi penderitaan. Bagi dia penderitaan itu menjadi
rahmat dan berkat.
Seorang
Romo dalam kotbahnya pada waktu misa kudus yang saya ikuti juga mengungkapkan
tentang seseorang yang dapat mengambil hikmah dari penderitaan sehingga
penderitaan itu menjadi rahmat baginya, dimana orang ini adalah salah satu
korban bencana gempa bumi di Yogyakarta dan sekitarnya pada bulan Mei tahun
2006. Setelah gempa itu ia menyadari betapa dahsyat dan ajaib kebesaran dan
kemahakuasaan Tuhan, ia mendapati bahwa segala harta benda yang ia kumpulkan
seperti Mobil, Sepeda motor, rumah dan segala isinya adalah tidak berarti lebih
tepatnya sia-sia karena semua itu hancur rata dengan tanah, dan ia menjadi
sadar bahwa kekayaan yang patut dihargai adalah relasi kasih yang baik dengan
Tuhan, sesama dan alam.
Frater
Agung.O,Carm sewaktu doa Lectio divina pernah mengungkapkan bahwa hampir
mustahil seseorang dapat percaya dan mencintai Tuhan bila semuanya selalu
berjalan mulus, selalu sehat, selalu bisa, selalu sukses, tanpa kesulitan dan
penderitaan sedikitpun. Penderitaan berguna untuk membantu perkembangan iman
seseorang. Dengan adanya penderitaan seseorang terdorong untuk berserah dan
bergantung pada Tuhan. Apalagi bila sudah terpojok/mentok dan tidak ada alasan
untuk berharap lagi selain kepada Tuhan.
2.
Makna penderitaan yang menimpa orang-orang
jahat, dan sombong
Penderitaan-penderitaan yang menimpa orang-orang
jahat dan sombong bermakna mendidik, mengajar dan memberi peringatan. Itu bukan kutukan dan hukuman tetapi rahmat
dan berkat. Itu adalah salah satu bentuk cara Tuhan untuk mengasihi manusia
agar dengan demikian manusia menjadi rendah hati dan bertobat. Memang rasa
sakit sangat efektif, untuk membuat orang menjadi rendah hati dan bertobat.
Penderitaan semacam itu dapat dikatakan sebagai “Tamparan Tuhan.” Dasarnya
dalam kitab suci adalah pada Ibr 12:5-13 dan Wah 3:17-19, yang sudah saya
lampirkan pada waktu pembahasan tentang rendah hati.
Apakah
anda ingin tahu seberapa besar harga kerendahan hati dan pertobatan di mata
Tuhan? Sejujurnya harus saya ungkapkan, karena amat besarnya cintakasih Tuhan
pada manusia, agar manusia rendah hati dan bertobat sehingga tidak masuk
neraka, Ia tega membunuh bahkan membantai atau memusnahkan ribuan orang.
Apalagi orang, sedang anak tunggal-Nya sendiri yang amat dikasihi-Nya pun tidak
ia sayangkan, melainkan ia jadikan korban persembahan bagi keselamatan seluruh
umat manusia.
Sebagai
bagian akhir pembahasan ini, sekarang saya akan mempersembahkan untuk anda doa
Beato Titus Brandsma, berikut ini:
Doa Beato Titus
Brandsma
( Di muka gambar
Yesus dalam
sel penjara
Scheveningen
12 – 13 Februari
1942 )
O Yesus, bila ku
pandang wajahmu,
ku terkenang akan
kasihku untuk-Mu,
pun pula kasih
hati-Mu akan daku,
bahkan sebagai
teman akrab-Mu.
Meski harus tabah
menderita.
ah, segala sengsara
tak mengapa,
sebab aku makin
serupa dengan-Mu,
dan, itulah jalan
menuju Kerajaan-Mu.
Aku bahagia
dalam derita.
Yang tak ku
pandang sebagai musibah,
melainkan
sebagai anugerah mulia.
Yang
menyatukanku dengan-Mu, ya Allah.
Ah, biarlah aku
seorang diri,
walaupun hawa
sekitar dingin sekali.
Tak perlu aku
dijenguk di sini,
tak jemu aku
tinggal seorang diri.
Sebab Engkau, O
Yesus, besertaku.
Tak pernah aku
sedekat ini pada-Mu.
Tinggal, tinggallah
padaku, Yesusku.
Beserta-Mu, baiklah
keadaanku
Tidak ada komentar:
Posting Komentar