Kamis, 05 September 2013

Antara Kau dan Aku.



ANTARA KAU DAN AKU

            Dulu aku berjuang untuk memperoleh cintamu. Setiap hari engkau aku puja, engkau bagaikan bidadari tercantik yang pernah ku temui. Tak jemu-jemu aku memandangmu, tak bosan-bosan aku ngobrol denganmu dan amat bahagia bila duduk di sampingmu.
            Setelah berjuang keras untuk memperoleh cintamu, akhirnya engkau jatuh hati juga padaku. Aku merasakan hidupku bersinar dengan gemilang: “Impianku menjadi nyata!”, itulah seruan gembira hatiku. Ku beri apapun yang indah buatmu seperti puisi-puisi dan lukisan-lukisan hasil buatan tanganku, ku belikan engkau handphone yang sangat engkau impikan. Setiap hari engkau hadir disetiap langkah hidupku dan menghiasi imajinasiku. Engkaupun selalu ceria dihadapanku dan selalu terlihat tersenyum gembira, aku tahu engkau bahagia bersamaku.
            Namun setelah berjalan beberapa lama aku merasa engkau tidak nampak cantik lagi, tidak nampak pintar lagi, tidak nampak hebat lagi. Entah bagaimana kekagumanku padamu luntur sedikit demi sedikit. Bahkan cintaku menjadi hampa. Aku bertannya pada diriku sendiri, masihkah aku tetap akan melanjutkan hubunganku denganmu atau tidak.
            Tapi engkau tetap mencintaiku, engkau tetap memperlakukan aku seperti pangeranmu, engkau bahkan semakin menunjukkan rasa cinta yang tak berhingga, engkau selalu perhatian dan sangat pengertian padaku. Bila bertemu denganku engkau bercerita banyak hal dengan spontan dan ceria.
            Walaupun cintaku padamu telah luntur namun aku tak pernah menyakitimu, aku tetap berbuat yang terbaik buatmu. Namun kemudian perlahan-lahan aku mulai tidak setia padamu, aku mulai melirik kesana-kemari, memandang bidadari-bidadari lain yang nampak lebih mengagumkan darimu seperti Arik, Ratna, Suwati, Silvie, Ayu, Ida, Elly, Ika, Reka, Emi dan lain-lain.
            Aku bertindak begitu rapi sehingga engkau tidak tahu kalau aku tidak setia padamu. Dan selama itu engkau tetap setia padaku. Dalam tidak setia itu aku menjelajah hati-demi hati dan memperlakukan mereka seperti dewi-dewi pujaanku.
            Suatu hari aku berjalan-jalan di Matos dengan Ratna dan berpapasan denganmu. Ketika itu engkau bersama adikmu Aditya. Aku sangat terkejut, tapi aku heran karena engkau nampak tidak marah padaku, bahkan engkau percaya saja ketika aku jelaskan padamu bahwa Ratna adalah teman akrabku. Lalu justru Ratna yang nampak marah padaku. Melihat situasi pertemuan yang mendadak itu aku jadi bingung sendiri, kemudian aku mengambil keputusan kita berempat jalan-jalan bareng di mall dan bahkan nonton bersama-sama di bioskop 21 Matos. Ketika di dalam bioskop aku jadi bingung harus duduk di samping siapa? Akhirnya aku lebih memilih duduk di sampingmu, sedang Ratna di sebelah Aditya adikmu. Aku tahu Ratna marah padaku. Alasanku lebih memilih duduk di sampingmu adalah karena tiba-tiba aku merasa engkau kembali mengisi hatiku. Aku dihantui rasa takut kehilangan dirimu. Selama film berlangsung, aku bahkan tidak menyimak sedikitpun. Aku tenggelam dalam pikiranku sendiri memikirkan betapa tulusnya cintamu dan betapa besarnya kepercayaanmu padaku, bahkan engkau tidak curiga sedikitpun.
            Akhirnya setelah kejadian itu Ratna memutuskan hubungan cintanya padaku, karena ia dengan perasaan wanitanya tahu kalau aku lebih memilih dirimu daripada dia. Ia merasa sangat direndahkan oleh sikapku yang ternyata telah punya kekasih yaitu kamu. Namun aku sangat menghargai sikapnya yang tidak membuat ribut di hadapanmu.
            Namun aku belum belajar dari kesalahan. Kejadian yang sama berulang kembali, ketika suatu hari aku kencan dengan Emi, waktu itu aku sedang duduk berdua mesra dengan Emi di alun-alun Malang, di bawah pohon dekat air mancur dan tiba-tiba engkau muncul dihadapanku bersama sahabatmu Elis. Jelas-jelas engkau tahu aku sedang menghianati cintamu, namun engkau tetap nampak biasa saja, tidak menunjukkan kemarahan sedikitpun dihadapanku. Dan engkau berlalu begitu saja sambil melambaikan tanganmu. Sejak itu aku mengambil keputusan untuk memutuskan hubungan cintaku dengan Emi karena aku kagum pada caramu bersikap padaku.
            Namun setelah melihat aku berdua dengan Emi di alun-alun itu ternyata kemudian sesampai di rumah engkau menangis tersedu-sedu dan kemudian sakit demam. Hal itu baru aku ketahui ketika aku kembali apel ke rumahmu dan kata ayahmu engkau di opname di rumah sakit Saiful Anwar.
            Ketika aku masuk di ruangan di mana engkau di rawat engkau sedang tidur. Aku memutuskan untuk diam saja di sampingmu, sambil memandangi wajahmu. Ingin rasanya aku memelukmu karena rasa rindu dan penyesalanku. Tak kuasa airmataku mengalir, namun aku cepat menghapusnya. Setelah itu engkau bangun dan begitu tahu aku ada di sampingmu engkau tersenyum dan matamu bersinar. Aku kagum pada sinar itu: “Sinar sebuah harapan”.
            Engkau masih terlihat lemah namun engkau menyapaku dengan pelan: “Hai Mas makasih ya mau mengunjungi aku”. Lalu aku berikan padamu bunga mawar yang aku beli khusus untukmu, engkau lalu menciumnya dan berkata: “Makasih....”. Aku heran engkau tidak mengungkit-ungkit kejadian di alun-alun itu. Lalu aku kembali terharu dan hanya bisa diam. Kemudian aku membisikkan kalimat pendek: “Maafkan.....aku.... Valentin...”, bisikku gugup, dan engkau hanya mengangguk. Suasana menjadi hening, kau dan aku hanya diam sambil mengikuti kata hati masing-masing. Dalam hatiku terbersit serangkai kata:
“Valentin-Valentin maafkanlah aku, sekali lagi maafkanlah aku karena ketidaksetiaanku padamu. Aku berjanji tidak akan lagi menghianati cintamu. Kau berharga bagiku, kini aku merasa takut kehilanganmu. Kau kembali mengisi hatiku dan menumbuhkan benih-benih cinta yang pudar, bagaikan musim semi setelah musim salju”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar